Platform Berbasis Kecerdasan Buatan Ini Bisa Tahu Ekspresi Penumpang
- Dok. Digitalinstincts Teknologi
VIVA – Teknologi pengenalan wajah atau face recognition dinilai mampu mengidentifikasi wajah lebih detail dari yang biasanya sulit dikenali jika menggunakan teknologi konvesional. Bahkan teknologi ini bisa 'membaca' ekpresi wajah seseorang. Apakah sedang bahagia, sedih maupun marah atau emosi.
Meski begitu, pelaku industri tidak boleh sembarangan menggunakan teknologi ini pada sebuah platform. Mereka harus memberitahu kepada pengguna atau konsumen terkait cara kerja dari face recognition.
Hal tersebut dilakukan startup otomotif Digitalinstincts Teknologi, lewat platformnya bernama Traxia Mobility Service (TMS).
Platform ini merupakan proyek kendaraan terkoneksi (connected vehicle) ke teknologi komputasi awan (cloud computing) sebagai terobosan inovasi bagi pengguna layanan mobilitas, seperti taksi online dan sejenisnya.
Penerapan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di dalam TMS dapat memprediksi interaksi penumpang terhadap media yang disajikan selama perjalanan dipercaya dapat memberikan peluang tambahan pemasukan bagi para pengemudi dan perusahaan penyedia layanan mobilitas.
Harus daftar
Selain itu, teknologi ini memberikan pengalaman berkendara yang lebih memanjakan penumpang. Untuk merasakan fasilitas dari platform ini, menurut Kepala Eksekutif Digitalinstincts Teknologi, Kenny Marchel, calon penumpang harus mendaftar dahulu dan bersedia wajahnya 'diambil' sebagai subyek untuk kepentingan uji coba.
"Ini belum komersial tapi masih uji coba di internal. Wajah mereka cuma kami analisa, tidak lebih dari itu. Karena, kami tahu itu melanggar privasi. Uji coba sendiri berakhir bulan Desember 2019," kata Kenny kepada VIVA, Rabu, 25 September 2019.
Menurutnya, setelah calon penumpang merelakan privasinya sebagai subyek, mereka diganjar dengan diperbolehkan menggunakan seluruh fasilitas TMS secara gratis.
"Inovasi TMS dibuat khusus untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak yang terlibat dalam ruang dan waktu selama perjalanan dengan memaksimalkan pendanaan dari penempatan media iklan serta layanan tambahan, seperti wifi internet service serta konten interaktif lainnya," papar dia.
Kenny menjamin bahwa semua data privasi penumpang yang terekam di TMS aman dan tidak akan tersebar. Sebab, mereka menggunakan platform cloud computing milik Microsoft Azure sebagai tool analitik data dan layanan pendeteksi penipuan. Platform ini juga telah dipakai Grab.
Ia pun menargetkan 20 penumpang per hari hingga Desember mendatang supaya bisa mempelajari demografis, mulai dari aktivitas awal pukul 09.00 hingga kembali ke rumah pukul 21.00.
Uji coba ini baru dilakukan terbatas di wilayah Kelapa Gading, Pulomas serta Pulogadung sebagai pembuktian atas konsep (proof-of-concept) dari TMS. Kenny mengaku jika saat ini TMS sedang diujicoba oleh Grab. Kendati demikian, ia terbuka bekerja sama dengan siapapun, baik transportasi online maupun konvensional.
"Platform TMS ditujukan penggunaannya kepada rekanan layanan mobilitas lewat kolaborasi dengan rekanan media dan penyedia konten lainnya untuk memberikan ekosistem mobilitas yang menguntungkan bagi semua pihak seperti pengemudi, penumpang dan pendana (sponsor)," ungkap Kenny.