Membongkar Tumpang Tindih Regulasi Ketahanan Siber

Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC Pratama Persadha
Sumber :
  • Dokumen CISSReC

VIVA – Rancangan Undang-undang Ketahanan dan Keamanan Siber (RUU KKS) menjadi polemik karena ada beberapa pasal yang tumpang tindih dengan peraturan milik instansi lainnya, misalnya dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Intelijen Negara (BIN).

"Contohnya, RUU KKS harus connect sistemnya ke Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Sedangkan BIN sebenarnya punya regulasi sendiri, mereka hanya wajib lapor kepada presiden," ujar Pendiri Communication and Information System Security Research Center, Pratama Persadha, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.

Artinya jika BIN menyambungkan sistemnya kepada BSSN, maka BIN melanggar UU Intelijen karena seharusnya dia hanya wajib lapor kepada presiden. Namun jika tidak lapor ke BSSN, maka BIN melanggar RUU KKS.

Masalah lain adalah diplomasi siber yang seharusnya hanya menjadi ranah Kementerian Luar Negeri. Kemudian melakukan tindakan jika ada kasus masalah siber, di mana saat ini pelanggaran itu sudah ditangani Cyber Mabes Polri.

"Kemudian masalah konten negatif. Kan sekarang sudah ada tanggung jawab Kominfo, kenapa mau ambil tugas itu? Kenapa tidak fokus membuat infrastruktur yang kuat, yang tahan terhadap serangan siber," katanya.

Menurut Pratama, ada banyak hal lain yang bisa dilakukan BSSN tanpa harus melakukan tumpang tindih tanggung jawab. Tumpang tindih memang ada disetiap regulasi, tapi dalam arti yang baik, bukan merebut pekerjaan.

"Masa mau buat UU pakai caranya sendiri. Ini UU bukan hanya melingkupi BSSN saja, ini peraturan yang mengikat seluruh rakyat Indonesia, siapapun itu, ecommerce, fintech dan masyarakat," ujarnya.

Disambut Gibran, Prabowo Tiba di Indonesia Setelah Lawatan ke Sejumlah Negara