Adegan Spongebob yang Bikin Ditegur KPI dan Efek Tayangan Kekerasan

Kartun Spongebob.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Baru-baru ini lembaga KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) melayangkan teguran atas tayangan The Spongebob Squarepants Movie yang dianggap mengandung kekerasan. Tidak hanya kartun Spongebob saja, ada 13 siaran lain yang juga mendapat sanksi dari KPI.

Ketua KPI Pusat Ubaidillah Dinobatkan sebagai Santri Insipiratif 2024

Spongebob bukan pertama kalinya mendapat teguran KPI. Terakhir, sanksi dilayangkan karena ada adegan memukul wajah dengan papan, menjatuhkan bola bowling dari atas dan mengenai kepala, melayangkan palu ke wajah dan memukul pot kaktus menggunakan raket ke wajah.

Keputusan KPI tersebut mengacu pada Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 Ayat 1 tentang perlindungan anak-anak dan remaja. 

Kemendagri Terima Penghargaan Lembaga Peduli Penyiaran dari KPI

Terlepas dari itu, bagaimana sebuah tayangan kartun atau apa pun dapat memengaruhi penonton, terutama untuk anak-anak?

Dikutip dari laman The Conversation, Selasa, 17 September 2019, studi dengan judul Media Violence and Aggression in Youth menunjukan bahwa saat ini anak lebih mudah terpapar dengan konten kekerasan dari berbagai tayangan termasuk film kartun. Ada 37 persen media yang ditujukan untuk anak-anak, namun di dalamnya mengandung kekerasan verbal dan fisik.

Kewenangan KPI dalam RUU Penyiaran Diperluas tapi Tidak Menguat, Menurut Pakar Komunikasi

Dalam beberapa kasus, jumlah kekerasan dalam film telah tumbuh dengan stabil selama 50 tahun terakhir. Hal ini dapat merugikan anak-anak. 

Anak usia tiga dan empat tahun mulai mengembangkan persepsi dan harapan mereka tentang dunia, berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari.

Jika anak-anak sering terpapar adegan kekerasan, mereka akan berpandangan bahwa dunia sebagai tempat yang lebih berbahaya dari yang sebenarnya. Ditemukan juga bahwa anak-anak yang terpapar kekerasan menjadi lebih antisosial dan tertekan secara emosional.

Sebuah studi yang dilakukan University Center of Child and Adolescent Psychiatry, Netherlands  mengukur 1.800 anak usia tiga dan empat tahun dari paparan film dan program yang mengandung kekerasan lainnya.

Hasilnya, anak-anak yang terpapar memiliki sifat antisosial. Perilaku ini meliputi tidak ada penyesalan, kebohongan, tidak peka dengan emosi orang lain dan memanipulasi orang lain.

Film kekerasan dan video game tentu memiliki pemeran protagonis yang menarik, yang terlibat dalam sejumlah adegan agresif. Anak-anak yang melihatnya dapat mengembangkan persepsi buruk tentang kekerasan dan mempraktikannya di kehidupan nyata.

Solusinya, orang tua harus memberi contoh positif tanpa kekerasan dan mengurangi efek negatif dari media yang menampilkan kekerasan sepanjang perkembangan anak. Orang tua harus menjaga kamar tidur anak untuk bebas dari layar, dan mematikan internet di malam hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya