Facebook dan Google Bisa Intip Penggunanya Akses Situs Porno
- dok. pexels
VIVA – Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tiga ilmuwan, yaitu Elena Maris dari Microsoft Research, Timothy Libert dari Carnegie Mellon University dan Jennifer Henrichsen dari University of Pennsylvania, menyebutkan bahwa Facebook, Google dan Oracle bisa mengetahui kalau penggunanya nonton film porno tanpa terdeteksi.
Hal ini terkuak setelah mereka menganalisis 22.484 situs pornografi dengan menggunakan alat yang disebut webXray untuk mengidentifikasi alat pelacakan yang 'memberi makan gratis' pihak ketiga atau peretas (hacker) berupa data pribadi pengguna.
"Hasil penelitian kami menunjukkan pelacakan endemik di situs pornografi bahwa sebanyak 93 persennya membocorkan data pribadi pengguna ke pihak ketiga (hacker)," demikian keterangan peneliti, seperti dikutip dari situs Business Insider, Kamis, 18 Juli 2019.
Dari situs yang dipindai pada Maret 2018, penelitian ini menemukan Google atau anak perusahaannya memiliki pelacak sebesar 74 persen, Oracle sebanyak 24 persen dan Facebook mencapai 10 persen. Ini artinya, sekitar 16.638 situs porno dengan pelacak Google, 5.396 dengan Oracle, serta 2.248 untuk Facebook.
Ketiga peneliti memperingatkan bahwa bocornya data pribadi pengguna internet melalui media situs porno adalah memprihatinkan. “Fakta bahwa mekanisme untuk pelacakan situs porno sangat mirip dengan, katakanlah, ritel online (e-commerce). Ini harus menjadi tanda bahaya besar,” kata Elena Maris.
Ia dan peneliti lainnya juga menemukan bahwa hanya 17 persen situs porno yang dienkripsi, sehingga membuat pengguna rentan terhadap aksi peretasan. Alat pelacak dapat ditempatkan di situs porno karena berbagai alasan.
Timothy Libert memberi contoh Google Analytics, di mana memasukkan data lalu lintas kembali ke situs web sehingga mereka dapat memantau lalu lintas mereka. Atau, Facebook menawarkan situs kemampuan untuk menyematkan fitur 'like', yang memungkinkan berbagi kembali ke Facebook.
"Sebagai imbalannya, mereka (Facebook) menerima data tentang pengunjung situs web. Apa yang sebenarnya terjadi pada data, atau data mana yang sedang dikumpulkan, ini yang sulit untuk diteliti," ungkap Libert.
Sementara itu, Facebook dan Google mengaku jika mereka tidak menggunakan informasi yang dikumpulkan dari kunjungan situs porno untuk membangun profil pemasaran.
“Kami tidak mengizinkan iklan Google di situs web dengan konten dewasa dan kami melarang iklan yang dipersonalisasi dan profil iklan berdasarkan minat seksual pengguna atau aktivitas terkait secara online," ujar juru bicara Google.
Selain itu, menurut jubir Google lagi, tag untuk layanan iklan juga diklaim tidak pernah diizinkan untuk mengirimkan informasi yang dapat diidentifikasi secara pribadi ke Google.
Senada, juru bicara Facebook menegaskan kalau mereka melarang situs porno dari menggunakan alat pelacak untuk tujuan bisnis seperti iklan. "Tidak ada yang seperti itu," jelas dia.