Menkominfo: TIK Masuk Kurikulum, Orang Indonesia Jiwanya Tak Hampa
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Pada 2030, ekonomi Indonesia bakal menjadi negara 10 besar di dunia dan berpotensi masuk dalam negara Grup 7. Untuk itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara ingin masyarakat mempersiapkan diri menjadi penghuni sebuah negara besar. Salah satu yang harus disiapkan adalah sumber daya manusia atau SDM.
"Kita harus mempersiapkan SDM. Ekonomi besar tanpa SDM yang mumpuni, yang tidak bisa berpikir ke depan, tidak bisa melengkapi. Mungkin tercapai secara ekonomi, namun jiwa anak Indonesia akan hampa," katanya dalam acara 'Seminar Nasional' di Gedung Guru Indonesia, Jakarta, Jumat 28 Juni 2019.
Beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah adalah pendidikan, pengembangan SDM dan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi. Rudiantara menyebutkan, ada peraturan terkait Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK). Poin pertama adalah tentang bagaimana merespons informasi yang beredar.
"Kalau terima informasi dari smartphone kebanyakan tidak memiliki ketahanan terhadap informasi yang diterima. Tidak seperti di dunia nyata, kalau mau bicara ada saringannya. Kita tidak diajarkan bagaimana sebaiknya menggunakan ponsel, saat terima informasi, posting di media sosial dan share ke perpesanan instan," ujarnya.
Poin kedua berkaitan dengan kapasitas dan kapabilitas. Pria yang akrab disapa Chief RA ini ingin pada 2030, masyarakat Indonesia memiliki ketahanan merespons informasi dari internet. Selain dua poin itu, pemerintah juga terus mendorong dari sisi kultural dan struktural.
"Kita dorong TIK jadi kurikulum, agar bangsa Indonesia usia produktif tidak jadi SDM yang jiwanya hampa. Bukan hasil yang kita inginkan, tapi proses menuju hasil, yang sesuai dengan budaya dan agama," kata Rudiantara.
Sistem pendidikan yang dulu tidak mungkin lagi dibawa ke era sekarang. Saat ini dunia lebih terbuka berkat hadirnya internet. Sehingga banyak anak-anak yang mulai berpikir kritis. Pemerintah ingin anak-anak tidak lagi hanya belajar menghafal, namun juga dengan argumentasi.
Dengan kurikulum TIK, anak-anak akan mampu menyampaikan permasalahan yang sudah dilengkapi dengan solusi. Namun Rudiantara menggarisbawahi, bebas kritik bukan berarti menghilangkan adab saat penyampaian kritik. Harus tetap santun dan tidak keluar dari koridor budaya.