Mata Uang Libra Bisa Bikin Kacau Kebijakan Moneter Negara di Dunia

Facebook baru saja mengumumkan Libra
Sumber :

VIVA – Belum lama diperkenalkan, layanan cryptocurrency Facebook harus menghadapi kritikan dari salah satu mantan pendiri perusahaan aplikasi media sosial itu, Chris Hughes.

Rahasia Sukses Investasi: Due Diligence untuk Milenial dan Gen Z yang Visioner

Hughes menyebut, bahwa layanan yang diberi nama Libra itu, menakutkan. Menurutnya, Libra hanya memindahkan kontrol kebijakan moneter, dari bank sentral kepada perusahaan swasta.

"Jika sedikit berhasil, Libra akan memindahkan banyak kontrol kebijakan moneter dari bank sentral kepada perusahaan swasta, yang juga termasuk Visa, Uber dan Vodafone," kata dia, dilansir dari Cnet, Sabtu 22 Juni 2019.

Detik-detik Bos Perusahaan Game di Bekasi Aniaya Pegawai, Disemprot APAR hingga Dikeroyok sampai Babak Belur

Hughes khawatir, perusahaan-perusahaan swasta itu akan menempatkan kepentingan pribadi mereka, jika Libra berhasil di pasaran. Termasuk, keuntungan dan pengaruh di atas kepentingan publik.

Ilustrasi menghitung uang.

Kebijakan PPN Berasaskan Adil dan Gotong Royong, Pemerintah Diyakini Lakukan Ini

"Libra akan mengganggu dan melemahkan negara-negara. Orang pindah dari mata uang lokal yang tidak stabil, ke mata uang yang didominasi dolar dan Euro dan dikelola oleh perusahaan," ujarnya.

Dia mencontohkan, saat masyarakat semakin sedikit memegang mata uang lokal mereka, akan sedikit pula kekuatan bank sentral suatu negara. Alhasil, kebijakan moneter bakal sulit untuk diterapkan.

Bukan kali ini saja Hughes mengkritik platform yang dibangunnya. Pada Mei lalu, dia mengatakan, Chief Executive Officer Facebook, Mark Zuckerberg memiliki terlalu banyak kekuatan. dan media sosial itu telah menjadi monopoli. 

Sebagai informasi, Facebook berencana merilis Libra pada paruh pertama 2020. Hughes sendiri meninggalkan Facebook sejak 2007 lalu. 

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Presiden Prabowo Dinilai Bisa Lakukan Ini soal PPN Jadi 12 Persen pada 2025

Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 menjadi polemik di masyarakat saat ini.

img_title
VIVA.co.id
25 Desember 2024