Medsos Jadi Alat Penyebar Radikalisme, Jangan Mudah Terpancing Ya
- U-Report
VIVA – Pengamat media sosial Rulli Nasrullah mengakui bahwa sudah banyak riset yang mengungkap bahwa medsos telah dijadikan saluran perekrutan maupun penanaman konsep-konsep kekerasan atas nama agama.
Untuk itu, Rulli meminta agar warganet dapat bersikap kritis supaya tak mudah terprovokasi dengan ajakan kekerasan yang dapat menimbulkan perpecahan melalui medsos.
Hal tersebut dipaparkan Rulli dalam keterangan pers Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Senin, 18 Juni 2019. "Persoalannya, sudah banyak bukti yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak terlalu banyak memengaruhi literasi digital. Ternyata ada juga yang biarpun sudah menempuh pendidikan tinggi, bahkan pejabat dan segala macam ternyata mereka menyebarkan hoaks (berita bohong) juga,” kata Rulli.
Menurutnya, ketika suatu hoaks diributkan, maka itu nanti akan menjadi besar atau viral sendiri. Tetapi kalau masyarakat tidak menanggapi dan bersikap biasa saja terhadap hoaks tersebut, pada akhirnya pasar ide hoaks itu tidak akan laku di mata digital.
Lantas apa yang harus dilakukan warganet?
Dijelaskan Rulli, pertama, ada fungsi dan peran dari lingkungan terdekatnya. Kedua, lagi-lagi adalah literasi digital yang dilakukan oleh pemerintah, keluarga, sekolah, dan pihak lainnya.
Selain itu, diperlukan juga memperbanyak produksi konten-konten positif serta meng-counter konten negatif seluas-luasnya.
Rulli yang juga dosen Magister Ilmu Komunikasi di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini juga menyoroti pemilik platform medsos seperti Youtube, Facebook dan sebagainya supaya ikut turun tangan memonitor isi konten-konten yang bersifat provokasi ajakan kekerasan yang bisa merusak persatuan.
“Perlu adanya regulasi khusus antara perusahaan medsos dengan pihak pemerintah untuk mengatur banyak hal seperti itu. Karena ini teknologi, saya pikir dari pihak medsos sebenarnya sangat mudah, tinggal memasukkan kata kunci, maka konten-konten seperti pornografi, radikalisme, kekerasan tidak akan muncul,” kata pria yang telah banyak menulis buku tentang media sosial ini.
Untuk itu, dirinya berharap pemerintah berperan aktif untuk bekerja sama dengan pihak penyedia layanan medsos untuk men-take down konten-konten yang mengandung unsur kekerasan, radikalisme-terorisme, pornografi dan sebagainya.
“Diperlukan tindakan tegas dari pihak-pihak terkait.Tentunya mencegah itu lebih baik, daripada ketika sudah menyebar dan paham itu sudah masuk ke dalam jiwa seseorang, maka agak susah untuk diperbaiki,” kata peraih Doktoral bidang Kajian Budaya dan Media dari Universitas Gadjah Mada ini.