Bitcoin Bikin Cuaca di Bumi Makin Panas

Bitcoin.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Uang kripto atau cryptocurrency seperti Bitcoin dinilai menyebabkan cuaca di Bumi makin panas karena menghasilkan lebih dari 22 megaton karbondioksida (CO2) di atmosfer setiap tahun.

Mengapa Harga Bitcoin dan Kripto Terus Berfluktuasi dan Bagaimana Investor Bisa Menghadapinya

Jumlah ini setara dengan total emisi kota-kota besar seperti Hamburg di Jerman, Las Vegas di Amerika Serikat, dan Wina di Austria.

Hal ini disebabkan para penambang Bitcoin memakai daya listrik yang sangat besar. Para peneliti dari Technical University of Munich di Jerman melakukan perhitungan rinci jejak CO2 dari sistem yang diciptakan oleh Satoshi Nakamoto ini.

Bitcoin Sentuh Rp1,57 Miliar, Semakin Dekat Tembus 100.000 Dolar Per Keping

Menurut peneliti Christian Stoll, agar transfer Bitcoin dapat dieksekusi dan divalidasi maka teka-teki matematika harus dipecahkan oleh komputer khusus yang dipakai dalam jaringan Bitcoin global.

Kemudian, kapasitas komputasi yang digunakan dalam proses ini, dikenal sebagai tambang Bitcoin, telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, sebuah statistik menunjukkan terjadi kenaikan empat kali lipat pada tahun lalu.

4 Faktor yang Bikin Reli Bitcoin Kian Menggila

Stoll dan tim mulai menghitung konsumsi daya jaringan. Hal ini pun tergantung dari hardware atau perangkat keras yang digunakan untuk menambang Bitcoin. Para peneliti lalu menentukan konsumsi listrik tahunan untuk mendapatkan Bitcoin.

Sebagai catatan, pada November 2018 saja, daya listrik yang dibutuhkan sebesar 46 terawatt hours (TWh). "Namun, studi ini didasarkan pada sejumlah perkiraan," kata Stoll, seperti dikutip dari The Hindu, Rabu, 19 Juni 2019.

Ia melanjutkan, data pelacakan langsung dari sumber penambangan yang menyediakan informasi yang menentukan mengenai berapa banyak energi yang dipancarkan oleh karbondioksida ketika penambangan Bitcoin terjadi.

Alamat IP dalam statistik yang diterbitkan oleh dua kelompok terbesar menunjukkan bahwa penambang Bitcoin cenderung bergabung dengan kelompok, di atau dekat negara asal mereka.

Berdasarkan data ini Stoll dan tim dapat melokalisasi 68 persen dari kekuatan komputasi jaringan Bitcoin di negara-negara Asia, di mana 17 persen di negara-negara Eropa dan 15 persen di Amerika Utara.

Tidak hanya itu, para peneliti juga memeriksa ulang kesimpulan ini terhadap hasil metode lain dengan melokalkan alamat IP penambang perorangan menggunakan internet mesin pencari barang.

Mereka kemudian menggabungkan hasilnya dengan statistik tentang intensitas CO2 dari pembangkit listrik di berbagai negara.

Hasilnya fantastis. Aktivitas menambang Bitcoin menghasilkan CO2 antara 22 dan 22,9 megaton per tahun.

“Untuk meningkatkan keseimbangan ekologis ada satu kemungkinan untuk menghubungkan lebih banyak lahan tambang dengan kapasitas pembangkit tambahan, yang tentunya, terbarukan,” ungkap Stoll.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya