Kalimantan Dipilih jadi Ibu Kota Baru, Ada Potensi Bencana Mengintai
- Agus Rahmat/VIVA
VIVA – Wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta sudah berlangsung sejak era Indonesia dijajah Belanda. Wacana ini dikeluarkan kembali karena semrawutnya Jakarta sebagai ibu kota sekaligus pusat bisnis.
Di mata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Zainal Arifin, pada kasus negara lain justru memiliki konsep yang memisahkan antara ibu kota dengan pusat bisnis. "Kanada contohnya. Ibu kotanya Ottawa dan pusat bisnis di Toronto," kata dia di Jakarta, Selasa, 28 Mei 2019.
Akan tetapi Zainal memiliki catatan di mana memindahkan ibu kota berarti ikut memindahkan jutaan orang. Sementara berkembang di masyarakat bahwa salah satu provinsi di Kalimantan bakal ditunjuk sebagai ibu kota baru.
Menanggapi informasi tersebut, ia hanya berujar singkat. "Kalimantan memiliki lahan luas dan posisi yang strategis secara wilayah geografi," jelasnya. Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Eko Yulianto, membahas potensi bencana di Kalimantan.
Menurutnya pulau tersebut memang relatif aman dibandingkan wilayah lain dari bencana. Meskipun memiliki catatan gempa bumi di masa lalu. Sedangkan Jakarta, Eko mengaku potensi bencananya sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya ratusan sesar aktif di sepanjang Pulau Jawa.
"Jumlahnya (sesar aktif) mungkin sudah ribuan. Beberapa di antaranya relatif lebih dekat dengan Jakarta," tutur Eko. Namun, ia mengingatkan potensi bencana yang mengancam Kalimantan adalah banjir. Ini karena sumber daya di sana, yaitu batu bara dan gambut, yang membutuhkan lingkungan rawa agar hidup.
Rawa, kata Eko, memerlukan air tergenang yang banyak. Dengan begitu, secara natural, Kalimantan merupakan daerah banjir karena kawasan genangan air. Sedangkan gambut memiliki dua perspektif jika bisa mengelolanya.
"Bisa positif dan negatif. Tergantung cara mengelolanya. Tapi secara alami gambut memiliki sumber karbon dan air. Kondisi alamiah pembentukan gambut untuk mencegah pemanasan global. Namun sebaliknya, ketika gambut terbakar maka kita melepas karbon yang memicu percepatan pemanasan global," ungkap Eko.