Pelajaran Penting di Balik Kerusuhan 22 Mei 2019, VPN Jadi Tersebar

Media sosial.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 lalu di Jakarta berbuntut kericuhan di media sosial. Pemerintah pun sampai melakukan pembatasan akses di sejumlah platform jejaring sosial. 

Tuai Sorotan Usai Unggah Video dengan Fadil Jaidi, Fuji: Kangen Kamu Banget

Menurut Kepala BSSN Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, kericuhan itu bisa dicegah dengan mengajarkan tata krama sopan santun di dunia siber. Di sinilah peran orangtua menjadi sangat penting. 

"Masa urusan begitu juga harus pemerintah juga, orang maki-maki (di media sosial). Itu kan masalah etika sopan santun yang emang perlu kita review supaya sistemnya agar masyarakat tidak seperti itu," kata dia di kantor BSSN, Senin 27 Mei 2019. 

Teknologi Ini Mengandung Karbon Aktif untuk Melindungi Rumah

Sementara itu, pengamat teknologi dan ahli cyber forensic, Ruby Alamsyah mengatakan pembatasan fitur media sosial itu efektif sebelum tanggal 22 Mei. Efektif ini berlaku pada pihak yang sering diterpa berita bohong dan juga penyebarannya menjadi tidak viral. 

Pembatasan kemarin juga membuat pengetahuan soal piranti jaringan pribadi virtual atau virtual private network (VPN) menjadi lebih luas lagi. Ini menjadi kontradiktif dengan kebijakan pemerintah yang melakukan pemblokiran situs berkonten negatif. 

3 Akun Media Sosial Ditutup Gara-gara Judi Online

Soal pilihan pembatasan bisa digunakan lagi untuk kejadian di kemudian hari, Ruby mengatakan itu hanya bersifat situasional. Bisa saja para penyebar hoaks belajar dari pembatasan kemarin dan mencari cara viral yang lebih efektif lagi. 

"(Caranya) Memberikan awareness kepada masyarakat bahwa ini loh siap-siap pake VPN. Kalangan kita, relawan kita, segala macam. Akhirnya tetap kesebar," kata Ruby.

Ruby menjelaskan pengurangan hoaks bisa dilakukan melalui teknologi. Dia mengaku sedang membangun platform hoaks identifier, yang bisa mengidentifikasi berita bohong atau tidak.  

Sedangkan untuk aturan antihoaks, dia mengatakan sebaiknya berada di aturan lain untuk keamanan siber. Ruby juga mengatakan seharusnya penghentian berita bohong bukan lagi tanggung jawab di pemerintah tapi menyerahkan kepada OTT yang bersangkutan. 

"Perlu pihak OTT ini yang sudah mencari duit menikmati uang dari masyarakat Indonesia sudah bisa menyiapkan sebagian dananya untuk memproteksi sistem platform mereka agar tidak menjadi tempat membanjirnya hoaks. Banjirnya hoaks juga mereka rugi enggak dipercaya dan lain-lain," jelasnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya