Membedah Robot 02 Pemantau Situng KPU

Pengamat Teknologi Informasi dari BPN, Haikal Anas
Sumber :
  • YouTube/@GerindraTV

VIVA – Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi memaparkan bukti kecurangan yang terjadi dalam proses hitungan Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2019.

Istri Andre Taulany Diduga Pernah Hina Prabowo Sakit Jiwa di Pilpres 2019

Dalam pemaparan bukti kecurangan itu, ahli teknologi dan informasi jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB), Hairul Anas menunjukkan bukti kecurangan dalam Sistem Informasi Penghitungan alias Situng. 

Hairul mengatakan, dia bersama timnya bekerja untuk memantau kecurangan pada bagian sceen monitoring dan pemantauan pemindaian C1. Dia mengaku menciptakan robot untuk memantau layar Situng KPU dari menit ke menit, melalui robot ciptaannya. Selain itu, dia juga menunjukkan ada indikasi manipulasi dalam pemantauan dokumen C1. 

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

Dari pemantauan pindai dokumen C1, Hairul melihat ada yang tak beres dan janggal, yakni adanya perubahan latar belakang dokumen C1 dan hasil pindai dokumen tersebut.

"Bandingkan C1 dengan C1 berikutnya, latar belakangnya tak bergerak, tapi isinya goyang-goyang, menari-nari. Itu artinya dalam proses scanning, itu harusnya paralel antara gambar dan isinya, latar belakang dan isinya. Tapi di sini menari-nari, artinya ini terindikasi manipulatif," kata dia. 

Prabowo Kaget Ada Pemuda Ngaku Siap Mati untuknya di Pilpres 2019: Saya Suruh Pulang!

Hairul juga menunjukkan kejanggalan lainnya. Pada pemindaian dokumen C1, di layar presentasi menunjukkan dokumen pindai C1 tampak hitam. Menurutnya, ini menunjukkan pemindaian C1 sudah diedit sebelumnya. 

"Silakan boleh di klik lagi, gambar kiri yang hitam. Ini lain lagi. Ini proses penggunaan filter negatif dari semua yang di-scan tidak ada yang bisa dibaca. Artinya, ini bukan hasil scanning tapi hasil editing di Microsoft Word atau di Photoshop," jelasnya. 

Pakar forensik digital Ruby Alamsyah menilai, teknik pemantauan yang dilakukan Hairul tergolong sederhana. Dia menyoroti pendapat Hairul soal hasil pindai dokumen C1 yang terlihat bergoyang dan menari. Ruby menilai, hal tersebut merupakan asumsi Hairul saja, yang artinya bisa saja benar, tetapi juga bisa saja salah. 

"Kalau saya lihat sekilas scan C1 yang ditampilkan bergoyang, bisa disebabkan banyak hal dan belum tentu merupakan hasil sebuah editan. Dari pemaparan dan visualisasi yang ditampilkan terkesan masih menggunakan teknik sederhana dan hasilnya masih berupa asumsi," ujar pria yang merupakan Pendiri serta Kepala Eksekutif dan Chief Digital Forensic PT Digital Forensic Indonesia (DFI) kepada VIVA, Kamis 16 Mei 2019. 

Mengingat dasar asumsi yang belum begitu kuat, Ruby berpendapat, kejanggalan yang dipaparkan Hairul belum tentu benar bila nanti dibuktikan ulang secara ilmiah dan independen. Malah, Ruby meragukan metode Hairul belum kuat untuk membongkar praktik kecurangan. 

"Kalau melihat penjelasan dari videonya, saya tidak yakin metode yang digunakan tepat dalam menyimpulkan bisa membongkar kecurangan suara," kata dia.

Ruby mengatakan, jika memang ada sengketa dan dugaan kecurangan dalam Situng, maka cara yang ideal ditempuh adalah memeriksa dokumen C1. Dokumen ini, sifatnya final dan sudah dirapatkan dalam rapat pleno yang melibatkan semua pihak penyelenggara dan pengawas Pemilu, serta saksi dari partai politik. 

Dia mengatakan, kalau ada kecurigaan kecurangan di Situng KPU, masing-masing pihak mencocokkan kembali data C1 yang mereka data. Apakah sama dengan data C1 yang hasil pindai KPU dan yang ditampilkan di tabulasi Situng KPU.   

"Untuk memastikan hasil scan C1 KPU asli atau tidak, tinggal melihat kembali kepada rekap yang dimiliki masing-masing pihak dan saksi. Apakah tampilan pada hasil scan C1 KPU sama atau tidak datanya," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya