RUU Perlindungan Data Pribadi Harus Secepatnya Disahkan
- VIVA.co.id/Misrohatun Hasanah
VIVA – Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Wahyudi Djafar, mewakili suara koalisi advokasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, mendesak pemerintah untuk segera merampungkan aturan ini menjadi undang-undang di Komisi I DPR.
"Inisiatif menyusun peraturan ini sudah sejak tahun 2006. Saat itu, DPR dan pemerintah baru saja mengesahkan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Jadi, ada pemikiran untuk mengajukan regulasi perlindungan data pribadi," katanya di Jakarta, Rabu malam, 15 Mei 2019.
RUU Perlindungan Data Pribadi diperlukan, karena adanya perkembangan yang terkait dengan pengumpulan data pribadi, baik oleh institusi pemerintah maupun swasta.
Dalam konteks pemerintah, Wahyudi mencontohkan pengembangan sistem identitas tunggal melalui KTP elektronik (e-KTP) di mana membutuhkan biometrik sidik jari dan retina mata.
"Selain e-KTP, kebijakan registrasi prabayar, juga belum mampu sepenuhnya menghentikan spam pesan teks (SMS) dan telepon penipuan. Belum bisa menjadi solusi yang efektif," tegas dia.
Adapun untuk lingkup swasta, ia memberi contoh e-commerce, yang mana mereka terus mengumpulkan data pribadi pengguna. Namun, Wahyudi menyayangkan mayoritas pengguna tidak membaca dengan detail syarat dan ketentuan layanan.
Berdasarkan data dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat pada 2016 setidaknya menjaring 30 undang-undang yang berkaitan dengan data pribadi. Namun, prinsip dan rumusannya yang berbeda. Alhasil, muncul ketidaksamaan pengertian data pribadi mana yang harus dilindungi.
"Maraknya penyalahgunaan data pribadi membuat penegak hukum perlu memaksimalkan hukum positif terhadap kasus-kasus yang terjadi. Ini juga sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak masyarakat," ungkap Wahyudi.