Rekayasa Genetika pada Buah, Berbahaya atau Tidak?

Ilustrasi Alpukat
Sumber :
  • pixabay/Tobbo

VIVA – Produk-produk hortikultura segar memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah cepat layu dan busuk. Apabila tidak dilakukan manajemen pascapanen, maka akan berakibat kepada meruginya petani dan pedagang, berkurangnya ketersediaan pangan dan rendahnya kualitas komoditi yang diterima konsumen.

Eks Menteri Kesehatan Sebut Ekolog Khawatir Atas Penyabaran Nyamuk Wolbachia

Beberapa industri pertanian sudah melakukan pengelolaan pascapanen seperti pengaturan suhu atau kelembapan dari buah atau tanaman. Namun sayangnya metode seperti ini tidak mudah untuk diterapkan di Indonesia, mengingat keterbatasan sarana dan prasarana maupun teknologi yang memadai. 

Dengan demikian, menurut keterangan tertulis dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Rabu, 8 Mei 2019, solusinya adalah dibutuhkan penundaaan pelunakan buah secara alami sehingga dapat bertahan lama di pasar dengan kualitas yang bagus. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan, yakni melalui rekayasa genetika. Rekayasa genetika merupakan modifikasi genetika yang memanipulasi langsung gen suatu organisme menggunakan bioteknologi.

IPB University Siap Buka Fakultas Kedokteran

Kontroversial tentang rekayasa genetika pada tanaman pangan juga pernah terjadi, ada yang mengatakan bahwa rekayasa genetika dapat membuat produk yang akan dikonsumsi menjadi berbahaya. Hal ini kemudian diklarifikasi oleh Darda Efendi, sebagai ahli bioteknologi buah-buahan IPB.

“Rekayasa genetika yang telah sesuai dengan protokol, maka hasil rekayasa genetikanya tentu tidak berbahaya. Bahkan saat ini kedelai yang kita konsumsi (yang sebagian besar adalah kedelai impor) dan diolah menjadi tempe dan tahu, merupakan hasil rekayasa genetika,” terang Darda.

IPB dan TMT+ Belanda Latih 10 SMK Jadi Pusat Unggulan

Darda menyampaikan bahwa rekayasa genetika memiliki keuntungan, yakni sebagai alat yang potensial untuk pemuliaan tanaman. Selain itu, rekayasa genetika dapat menghilangkan pembatas antar makhluk hidup sehingga bisa mengambil gen dari hewan, bakteri, atau cendawan tertentu yang dibutuhkan, kemudian dengan rekayasa genetika dapat ditransformasikan pada tanaman yang kita inginkan.

“Rekayasa genetika yang dilakukan secara teoritis juga dapat mempersingkat waktu pemuliaan dibandingkan dengan pemuliaan konvensional. Rekayasa genetika memungkinkan terjadinya perubahan pada sifat-sifat tanaman, baik dengan menghilangkan sifat-sifat yang tidak dinginkan, meningkatkan atau memperkenalkan sifat-sifat baru,” tambahnya.

Salah satu penelitian yang telah dilakukan oleh Darda terkait dengan rekayasa genetika antara lain pada buah alpukat. Darda menggunakan teknik rekayasa ini sebagai solusi dalam penanganan pascapanen, yakni melalui penghambatan biosintesis etilen dan penundaan pelunakan buah dengan menonaktifkan gen pengkode ACC Oksidase. (ann)

Nyamuk bionik Wolbachia

Soal Teknologi Nyamuk Ber-Wolbachia, Ahli: Bukan Rekayasa Genetik

Teknologi nyamuk ber-wolbachia untuk mengendalikan Demam Berdarah Dengue (DBD) sudah diimplementasikan di beberapa kota. Sebelumnya sudah dilakukan penelitian 12 tahun.

img_title
VIVA.co.id
27 November 2023