Survei: Tarif Ojek Online Melonjak, Mayoritas Konsumen Teriak
- VIVA.co.id/Novina Putri Bestari
VIVA – Mayoritas masyarakat menolak kenaikan tarif ojek online yang resmi berlaku pada 1 Mei 2019. Sebanyak 75 persen dari tiga ribu responden di sembilan wilayah di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, Makassar dan Malang, tidak setuju dengan melonjaknya tarif berdasarkan zona wilayah.
Penelitian ini dilakukan oleh Research Institute of Socio-Economic Development atau RISED dengan judul 'Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia'. Menurut Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara, dari 75 persen sebanyak 27,4 persen tidak mau sama sekali mengeluarkan biaya tambahan.
Sedangkan, sebesar 47,6 persen bersedia menambah biaya namun dengan jumlah tertentu. "Kalau dipecah berdasarkan zona paling besar itu zona II, 82 persen yang menolak tambahan tarif dengan skema ini. Zona I 67 persen dan zona III 66 persen," ungkapnya di Jakarta, Senin, 6 Mei 2019.
Perubahan tarif ojek online ini berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Rumayya menuturkan, dalam aturan ada tiga zona wilayah tarif. Tarif batas bawah yang diberlakukan zona meliputi Sumatera dan Jawa dan Bali ditetapkan Rp1.850 per kilometer. Zona II mencakup Jabodetabek, yakni Rp2.000 per km dan Zona III di wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, Papua dan NTB sebesar Rp2.100 per km.
Selain tarif antarpenumpang, ia mengatakan, pemerintah juga mengatur biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000 per empat kilometer. Rumayya juga menjelaskan ditemukan pula alasan-alasan mengapa konsumen menolak naiknya tarif ojek online.
"Ini karena ada sekitar 75,2 persen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, yaitu Rp3,5 juta ke bawah. Dari penghasilan sebesar itu 25 persennya habis untuk transportasi. Cukup besar," papar Rumayya.