Fakta Sains Menakjubkan di Balik Puasa Ramadan
- inmagine
VIVA – Ramadan dimulai hari ini. Umat Islam di seluruh dunia menjalani ibadah puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Bulan Ramadan juga menjadi ajang latihan untuk menahan hawa nafsu hedonis materialistis dan mendapatkan kedekatan spiritual dengan Tuhan.
Meski puasa adalah panggilan ibadah, namun seringkali dalam praktiknya menimbulkan pertanyaan, misalnya: bagaimana mungkin menjalani aktivitas di siang hari selama sebulan tanpa asupan sama sekali? Bukankah ini membuat lemas?
Tanpa mengesampingkan reaksi fisik kebanyakan Muslim yang melemah ketika berpuasa, sejumlah ilmuwan juga telah melakukan penelitian.
Mengutip dari Newstatesman, Senin, 6 Mei 2019, ilmuwan telah menemukan bahwa ada manfaat fisik yang bisa diperoleh melalui perjuangan lapar dan haus. Berkurangnya frekuensi makan diketahui dapat membuat tubuh kehilangan lemak. Sementara penelitian menunjukkan pengurangan asupan cairan selama 30 hari tidak memiliki efek negatif pada kesehatan manusia.Â
Studi lebih lanjut telah menemukan bahwa subjek yang menjalani puasa spesifik Ramadan menunjukkan penurunan kadar kolesterol dan LDL, yang menjadi dua faktor risiko dalam pengembangan penyakit kardiovaskular.
Sebuah temuan penelitian yang beredar luas menunjukkan bahwa puasa selama tiga hari dapat memiliki efek yang luar biasa pada sistem kekebalan tubuh. Para peneliti juga mendapati puasa memungkinkan sel induk untuk mulai memompa sel darah putih baru, sehingga memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Selain itu, lantaran terbukti bermanfaat bagi kesehatan, metode puasa juga menjadi konsep dasar dalam sejumlah terapi dan diet, meski pelaksanaannya tidak seperti puasa umat Muslim. Di antaranya yang cukup populer adalah puasa OCD, dan intermitten. OCD menyarankan untuk berpuasa dengan membatasi kalori di jam tertentu. Sedangkan intermitten menerapkan diet 5:2, dimana lima hari dalam seminggu boleh makan seperti biasa, namun dua hari sisanya harus hanya mengonsumsi 500-600 kalori per 24 jam.