Mengapa Begitu Banyak Laki-laki Tidak Mampu Justru Menjadi Pemimpin?
- Getty Images
Sayangnya -- dan ini masih menjadi misteri -- kita tidak menguji atau melakukan verifikasi yang semestinya untuk memastikan orang yang dipilih sebagai pemimpin, baik sebagai kepala departemen, pemimpin perusahaan, atau pemimpin negara adalah figur yang benar-benar mampu dan layak, kata Dr Chamorro-Premuzic.
Ketika kita memilih pemimpin, kata Dr Chamorro-Premuzic, kita tidak memanfaatkan data untuk memperkirakan apakah pemimpin ini nantinya akan menunjukkan kinerja yang memuaskan atau tidak.
Karena tidak punya data pendukung, yang terjadi adalah kita lebih melihat aspek gaya dan apa yang akan mereka lakukan, bukan sisi-sisi tentang apa yang sesungguhnya dapat mereka kerjakan sebagai pemimpin.
"Pertama, kita terlalu banyak memberi perhatian pada apakah calon pemimpin punya kepercayaan diri bukan pada apakah ia punya kompetensi," ujar Dr Chamorro-Premuzic.
Ia mengingatkan kepada kita bahwa kita memilih pemimpin berdasarkan interaksi yang berjalan singkat, misalnya melalui wawancara kerja atau melalui debat televisi untuk calon pemimpin negara.
"Kedua, kita terlalu memusatkan pada karisma bukan pada kerendahan hati atau kesederhanaan," katanya.
Ia menegaskan soal faktor kerendahan hati dan kesederhanaan ini, kita lebih sering kali hanya sekedar membahasnya saja, tidak benar-benar menjadikannya sebagai parameter penting.
Akhirnya, kita memilih pemimpin yang kita anggap menyenangkan, karismatik, dan keren tanpa mengetahui apakah ia individu yang bisa mengerjakan tugas dengan baik dan tuntas, baik dalam konteks perusahaan atau negara.