Asosiasi Telekomunikasi Masih Galau soal Konsolidasi Operator
- VIVA.co.id/Mitra Angelia
VIVA – Isu konsolidasi operator telekomunikasi sudah lama menjadi bahan perbincangan. Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, memiliki tiga opsi agar industri ini bisa lebih tenang saat melakukan konsolidasi, baik sebelum maupun sesudah.
Pertama, memberikan seluruh frekuensi kepada perusahaan. Kedua, memberikan setengah dengan sisanya dilelang pemerintah. Ketiga atau terakhir, memberikan setengahnya dengan evaluasi untuk realokasi.
Terkait dengan opsi konsolidasi, Sekretaris Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia, Danny Buldansyah, mengaku belum ada keputusan dari organisasi. Namun, sebagai pribadi, memilih pilihan ketiga adalah yang paling baik untuk dilakukan.
"Kalau pilihan pertama bisa menjadi berlebihan untuk operator," kata dia di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Danny lalu mencontohkan jika satu operator memiliki 40 Mhz dan perusahaan lainnya 50 Mhz. Karena itu, dua perusahaan tersebut jika konsolidasi akan memiliki spektrum 90 Mhz.
"Barangkali untuk operasionalnya mereka hanya butuh 70 Mhz sampai 2-3 tahun ke depan. Artinya, yang 20 Mhz mereka harus bayar ke pemerintah setiap tahunnya," ujarnya.
Pembayaran blok spektrum ini terbilang tidak murah. Menurutnya satu blok bisa mencapai Rp500 miliar per tahunnya. "Kalau bisa dijagain dulu deh sama pemerintah. Ketika kita butuh dikasihani lagi itu paling bagus option-nya," tutur pria yang juga menjabat Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia dan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo, Ismail, menuturkan semua pilihan tersebut akan dikaji baik dan buruknya.
Akan tetapi ia menekankan secara prinsip jangan sampai frekuensi menghambat proses konsolidasi.
"Selain tiga opsi yang disebutkan, kami juga melihat aspek lain. Mulai dari jumlah konsumen yang dilayani, komitmen investasi, dan coverage di wilayah mana saja." (mus)