Nasib Pengembang Game Lokal, Untung Tak Sampai 0,4 Persen
- VIVA/Misrohatun Hasanah
VIVA – Indonesia berpotensi masuk lima besar negara dengan pasar game pada 2030 dengan nilai US$4,3 miliar atau Rp60 triliun. Meski begitu, menurut data yang disampaikan pengembang game lokal, Agate, pangsa pasar perusahaan game lokal persentasenya hanya delapan persen sedangkan pengembang game lokal mengantongi keuntungan tidak sampai 0,4 persen.
Kepala Eksekutif dan Co-founder Agate, Arief Widhiyasa mengatakan, kecilnya persentase itu karena masalah kualitas. Perusahaan game lokal terlambat dalam memulai industri tersebut. Agate mengaku sudah memulainya sejak 2009.
"Startup luar negeri kalau ketemu kita itu senang. Katanya mengingatkan mereka saat awal merintis. Korea Selatan itu sekitar 10-15 tahun lalu, Jepang yang sudah senior sekitar 25 tahun dan Amerika Serikat," katanya usai acara Tik Talk di Graha MR 21, Jakarta, Rabu 24 April 2019.
Menurut Arief, pasar game tumbuh 30-40 persen per tahun. Kalau Agate pertumbuhannya 2,5 kali lipat setiap tahun. Banyak dari pengembang game yang masih bisa bertahan hingga saat ini, namun sayangnya tidak scaling.
Untuk dapat bertahan harus dilihat dari sisi tujuan dan nilai. Arief berpacu pada sebuah buku 'Start with Why'. Menurutnya, perusahaan yang sudah berdiri selama puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu memiliki fondasi yang bagus, layaknya saat membuat rumah.
Tantangan selanjutnya, kata dia, industri game di Indonesia yang persentasenya masih besar terletak pada sisi kapabilitas. Sebelumnya industri game belum pernah ada, bahkan dalam skala internasional. Indonesia memiliki kesenjangan yang besar di banding negara lain, terutama dalam hal Sumber Daya Manusia.
"Solusinya itu bagaimana kita bisa mengejar ketertinggalan. Ya belajar, minta ahlinya buat ngajarin kita. Atau datengin mereka, kasih seminar atau workshop, bisa juga ngerjain proyek bareng," kata Arief. (ali)