Pahlawan WannaCry Terancam Denda Rp3,4 Miliar dan Penjara 5 Tahun
- www.businessinsider.com
VIVA – Peneliti keamanan siber asal Inggris yang berhasil menemukan alat pembunuh virus WannaCry, Marcus Hutchins, mengakui dua dari sepuluh tindak kejahatan yang dilakukannya terkait dengan malware Kronos yang menyerang sistem IT industri perbankan.
"Seperti Anda ketahui bahwa saya mengaku bersalah atas dua tuduhan terkait serangan malware dua tahun lalu. Saya sangat menyesali apa yang sudah saya lakukan, dan menerima tanggung jawab penuh atas kesalahan saya," kata dia, seperti dikutip dari TechSpot, Senin, 22 April 2019.
Hutchins atau MalwareTech, dikenal sebagai peneliti keamanan bertalenta yang dijuluki 'Pahlawan WannaCry', lantaran berhasil menghentikan serangan malware WannaCry di seluruh dunia pada 2017.
Namun, setelah beberapa bulan menyandang gelar pahlawan, pada 3 Agustus 2017, ia ditangkap penyidik dari Biro Investigasi Federal atau FBI saat menghadiri konferensi Black Hat dan Def Con di Las Vegas, Amerika Serikat.
Hutchins dituding menjual Kronos di forum pasar gelap AlphaBay seharga US$3 ribu atau Rp40 juta. AlphaBay telah ditutup otoritas pada Juli 2017.
Sebelumnya, pada 11 Juni 2015, sebuah versi dari malware tersebut dibeli seharga US$2 ribu, namun dalam mata uang digital, Bitcoin, yang setara dengan Rp26 juta.
Penyidik AS menyebut Kronos digunakan untuk mencuri data perbankan di Kanada, Jerman, Polandia, Prancis, Inggris dan negara-negara lain.
Dua kesalahan yang diakui Hutchins adalah ia bermaksud untuk mendistribusikan malware Kronos dan konspirasi meretas sistem komputer perbankan.
Untuk setiap tuduhan, Hutchins akan menghadapi hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar US$250 ribu atau Rp3,4 miliar. Meski begitu, hingga kini, ia belum dijatuhi hukuman dan denda yang telah dijelaskan sebelumnya.