China Bantah Tudingan AS soal Intelijen di Belakang Huawei

Laboratorium Huawei di Shenzen, China.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Amal Nur Ngazis

VIVA – Kementerian Luar Negeri China membantah pernyataan Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence, yang menuding perusahaan teknologi Huawei dan ZTE dipaksa menyerahkan data untuk diserahkan ke Badan Intelijen China, MSS.

Harga Emas Hari Ini 23 Desember 2024: Produk Global Bervariasi, Antam Tak Berubah

Pence mengatakan kebijakan tersebut diatur di Undang-Undang Intelijen Nasional China. Oleh karena itu, ia mengingatkan sekutunya untuk menganggap serius "ancaman" yang ditimbulkan oleh Huawei ketika mereka mencari mitra untuk membangun infrastruktur nirkabel 5G.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang menegaskan, negaranya mematuhi prinsip persaingan bisnis yang sehat, menghormati kedaulatan, kesetaraan, dan bersama-sama menjaga lingkungan pasar yang adil, tidak diskriminatif dan saling menguntungkan.

Rupiah Dibuka Menguat di Level Rp 16.153 Per Dolar AS Terdorong Hal Ini

"Ini adalah interpretasi yang salah dan satu sisi dari hukum negara kami. AS dan sekutunya telah menerapkan standar ganda. Ini adalah perilaku intimidasi, munafik dan tidak bermoral," ungkap Shuang, seperti dikutip dari Xinhua, Selasa, 19 Februari 2019.

Undang-Undang Intelijen Nasional China menetapkan kewajiban organisasi dan warga negara untuk mendukung aktivitas intelijen nasional di bawah hukum negaranya.

Huawei Pura 70 Ultra Lagi Diskon, Harga Tak sampai Rp20 Juta

Hal ini juga menetapkan bahwa intelijen negara harus mematuhi undang-undang, menghormati dan melindungi hak asasi manusia, dan melindungi hak dan kepentingan individu dan organisasi.

Shuang juga mengatakan undang-undang China lainnya juga memiliki banyak ketentuan untuk melindungi hak dan kepentingan warga dan organisasi yang sah, termasuk keamanan data dan privasi. Aturan-aturan ini juga berlaku untuk kerja intelijen nasional.

"Mereka harus paham soal ini dengan komprehensif dan objektif. Jadi tidak membuat interpretasi yang salah dan sepihak," paparnya.

Shuang menambahkan jika ini adalah praktik yang diterima secara internasional dengan menggunakan undang-undang dalam menjaga keamanan nasional serta meminta organisasi dan individu untuk bekerja sama dengan aktivitas intelijen nasional.

"Anggota aliansi Five Eyes AS, yaitu Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, ditambah negara Eropa seperti Prancis dan Jerman. Mereka semua memiliki persyaratan yang sama. Mengapa kami dibedakan?" kata dia, mempertanyakan.

Shuang kembali menegaskan bahwa China tidak pernah menuntut institusi atau individu supaya melanggar undang-undang, atau membangun 'pintu belakang' untuk mengumpulkan data dan informasi atau intelijen yang berlokasi di negara lain.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya