Penjelasan BATAN Mengapa Indonesia Masih Impor Beras
- ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
VIVA – Badan Tenaga Nuklir Indonesia atau BATAN pada tahun ini ingin menonjolkan beberapa teknologi yang dimiliki. Teknologi tersebut dianggap sangat dibutuhkan pemerintah dan masyarakat.
Menurut Kepala BATAN, Djarot S. Wisnubroto, teknologi pertama adalah pencegahan dan pengurangan nyamuk yang menyebabkan demam berdarah dengue (DBD). Ia mengatakan memiliki cara yang terbukti efektif untuk mengatasi penyebaran DBD.
"Teknik ini kita sebut sebagai teknik serangan mandul. Caranya dengan menyebarkan nyamuk jantan yang sudah mandul di suatu wilayah. Nyamuk jantan akan mengawini nyamuk betina yang mengandung virus DBD," kata dia kepada VIVA, Rabu, 23 Januari 2019.
Cara tersebut, ia meneruskan, diketahui tidak akan menghasilkan nyamuk baru. Otomatis akan mencegah timbulnya DBD. Teknologi kedua yaitu mengenai cara BATAN menghadapi situasi bencana.
Misalnya, untuk mengukur kerusakan jembatan dan gedung yang retak. Kekurangan itu mungkin tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, namun memerlukan teknologi untuk mengetahui kedetailan infrastruktur.
Teknologi ketiga, Djarot mengungkapkan, yang menyangkut ketradisionalan. BATAN ingin membantu masyarakat melalui bidang pertanian seperti penyebarluasan padi, kedelai, atau sorgum. Khusus sorgum, Djarot mengaku memiliki prospek bagus.
"Sorgum jadi alternatif bagi daerah yang tidak bisa memproduksi padi. Ini kenapa kita masih impor beras, ya, karena hampir semua orang Indonesia makan nasi. Padahal, masyarakat Papua dan Maluku terbiasa mengonsumsi sorgum yang terbuat dari sagu,” jelas Djarot.
Sorgum dinilai cocok dikonsumsi oleh masyarakat di bagian Indonesia Timur. Teknologi keempat atau terakhir adalah keinginan BATAN agar energi nuklir dan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) diterima masyarakat dan pemerintah.
"Kita bisa manfaatkan nuklir untuk mendeteksi panas bumi. Itu bisa kita tonjolkan jika PLTN belum bisa diterima masyarakat dan pemerintah," kata Djarot.