Soroti OTT, Mastel Minta Pemerintah Buat Aturan Digital Platform
- www.pixabay.com/472301
VIVA – Masyarakat Telematika Indonesia atau Mastel melihat jika kompetisi di industri telekomunikasi sudah tidak rasional. Hal ini dikarenakan persaingan yang terjadi hanya melingkupi harga menjadi serendah mungkin, sehingga tidak membawa dampak positif.
Dikatakan Ketua Umum Mastel, Kristiono, tarif jasa telekomunikasi, khususnya layanan data di Indonesia merupakan yang termurah kedua di dunia setelah India. Bahkan harga layanan data cenderung terus turun.
"Di 2010 harga layanan data Rp1 per kilobyte, sekarang Rp0,0015 per kb. Harga murah ini tidak membawa dampak positif terhadap masyarakat maupun kinerja keuangan operator telekomunikasi. Justru hanya menguntungkan perusahaan layanan over the top (OTT) di Indonesia," ujar Kristiono di Jakarta, Jumat, 18 Januari 2019.
Selain hanya ditumpangi OTT, Kristiono menyebut layanan data murah pun hanya dipakai untuk menyebar hoax. Ini sangat berbeda dengan tujuan transformasi digital, yang ingin membawa kehidupan manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kata dia, agar industri sehat kembali maka pemerintah harus membuat aturan digital platform.
“OTT banyak yang tidak bayar pajak. Sementara itu e-commerce banyak menjual barang dari luar negeri. Masyarakat Indonesia hanya menjadi pasar saja. Jadi saat ini sudah saatnya pemerintah berpihak kepada industri nasional dengan mengeluarkan aturan mengenai digital platform," ujar Kristiono.
Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah, juga meminta dukungan pemerintah agar akselerasi pertumbuhan industri telekomunikasi menjadi kenyataan. Ririek berharap agar Kominfo dapat segera mengeluarkan kebijakan dan regulasi terkait merger dan akuisisi di sektor telekomunikasi serta OTT, yang sejalan dan berdampak positif terhadap industri telekomunikasi di Tanah Air.
Selain itu, para anggota ATSI juga berharap Kominfo dapat melakukan simplifikasi perizinan serta pemutakhiran regulasi. Terlebih lagi industri telekomunikasi menghadapi teknologi serta layanan baru seperti 5G, Fixed Wireless Access, dan IoT.
Untuk mengakomodasi perkembangan teknologi telekomunikasi mendatang dan kebutuhan masyarakat akan layanan data, ATSI juga berharap Kominfo dapat menyediakan tambahan frekuensi untuk layanan 5G.
“Acuan dari industri telekomunikasi yang sehat adalah jika masyarakat, negara dan operator mendapatkan manfaat. ‘Perang’ harga membuat operator tidak sehat dan merugi,” kata dia.
“Di jangka pendek terlihat seolah-olah menguntungkan pengguna, namun dalam jangka panjang ketika operator tidak mendapatkan benefit, kemampuan mereka memberikan layanan yang optimal khususnya kepada masyarakat di daerah tertinggal juga akan semakin berkurang. Ujung-ujungnya negara akan kehilangan manfaat dari pajak maupun PNBP sektor telekomunikasi,” tutur Ririek. (art)