Prostitusi Online, Muncikari Punya Aplikasi Sebagai 'Pasar Seks'

Polda Jatim membongkar prostitusi online yang libatkan artis.
Sumber :
  • Nur Faishal / VIVA.co.id

VIVA – Kasus prostitusi online yang menyeret nama artis Vanessa Angel, mengejutkan publik Indonesia. Perempuan 26 tahun itu diciduk Kepolisian, ketika sedang melayani pelanggannya di hotel di Surabaya, Sabtu 5 Januari 2019.

Terpopuler: Siswi Kristen Sekolah di Madrasah Islam Dapat Bantuan, Rekam Jejak Ketua KPK Baru

Selain Vanessa, model majalah dewasa, Avriellia Shaqqila dan dua orang yang diduga muncikari juga ikut ditangkap.  

Kasus prostitusi online, tak hanya di terjadi di Indonesia. Riset VIVA di situs peramban Google berbahasa Inggris, menemukan beberapa temuan di berbagai negara dengan kata kunci 'online prostitution'.

Prostitusi Online di Apartemen Depok Terkuak, Dugaan Keterlibatan Pejabat Bakal Dibongkar

Laman Daily Mail yang berbasis di Inggris, pernah mengangkat isu tersebut pada Agustus 2016. Di sana, membahas penjualan seks telah bergeser secara online, dengan muncikari memanfaatkan situs web bawah tanah, media sosial, dan aplikasi seluler untuk menjalankan bisnisnya.

Menurut penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Negeri Michigan dan Universitas Loyola Chicago, 80 persen penjualan seks, kini dilakukan secara online. Berkat mengadopsi teknologi dan menggunakan strategi pemasaran internet, muncikari mampu menghasilkan pendapatan tahunan sekitar US$75 ribu hingga US$100 ribu.

Dukung Kemerdekaan Palestina, DPR Minta Pemerintah Tolak Investasi Starlink

Penelitian juga menemukan dalam wawancara dengan 71 muncikari, bahwa untuk memuluskan layanan ilegalnya, mereka menggunakan bahasa kode, simbol, dan foto tak jujur sebagai sarana komunikasi dengan pelanggan.

Hal itulah yang membuat transaksi jual beli seks tetap berjalan, meski pemerintah mengawasi situs tertentu yang diduga merupakan 'pasar seks'.

Selain itu, terungkap pula bahwa para muncikari memiliki aplikasi seluler mereka sendiri yang memungkinkan pelanggan mengetikkan alamat dan menemukan pelacur terdekat.

"Kami menemukan bahwa mucikari mengeksploitasi anonimitas yang memanfaatkan teknologi dan situs web," kata Mary Finn, penulis utama studi.

Cara masyarakat membeli barang, berubah drastis dengan kehadiran internet. Siapapun dapat memperoleh apa yang ia mau, dengan beberapa klik di komputer maupun ponsel, tak terkecuali penjaja seks.

Di Indonesia, prostitusi online merupakan tindakan yang melanggar hukum. Pelaku dapat dijerat dengan UU No. 44 tahun 2008 pasal 4 ayat (2) huruf (D) UU Pornografi:

"Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual."

Ancaman hukuman bagi pelaku berupa penjara maksimum enam tahun dan atau denda maksimum Rp1 miliar. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya