Selfie di Tempat Bencana: Apakah Khas Orang Indonesia?
- bbc
VIVA – Sebuah artikel di media Inggris, Guardian mengungkap banyak orang Indonesia mengunjungi lokasi tsunami di Banten, agar bisa melakukan swafoto atau selfie dan mendapatkan `like` di media sosial.
Disebutkan, seorang perempuan rela menempuh perjalanan selama dua jam, dari Cilegon ke lokasi tsunami, agar bisa berbagi foto di media sosialnya, yang memperlihatkan dia dan teman-temannya di lokasi. Foto itu, tulis Guardian, dijadikan "bukti di Facebook bahwa mereka benar-benar sampai di lokasi dan memberikan bantuan."
Ditambahkan, seorang perempuan muda lain yang sedang berlibur di Jakarta dari Jawa Tengah, rela menghabiskan tiga jam di mobil (dan memangkas liburannya) untuk sampai ke Banten, karena "ingin melihat kerusakan dan orang-orang yang terkena tsunami", serta tentu saja membagikannya di media sosial.
Terlepas dari apakah yang dilakukan para pengejar `like` di media sosial itu etis atau tidak, apa yang dilakukan mereka bukanlah sesuatu yang unik.
Sebagai seorang jurnalis, saya menyaksikan hal yang sama juga dilakukan oleh banyak orang asing, ketika saya meliput erupsi Gunung Agung di Bali dan gempa di Lombok.
Ketika meliput warga di pengungsian di GOR Swecapura Klungkung, Bali, saya melihat sendiri banyak turis datang, melihat-lihat dan berfoto - meski pada saat itu saya tak benar-benar memperhatikan mereka karena sedang fokus pada tugas.
Bukan hanya di sana. Setiap kali saya ke pengungsian, saya selalu melihat pemandangan yang sama: turis-turis melihat-lihat para pengungsi dan mengambil foto. Bahkan, saya sempat mengunggahnya ke media sosial saat itu.
Lebih jauh, BBC News Indonesia menuliskan gejala itu: