Fenomena Orangtua 'Bandel' di Medsos, Bikin Akun Anak di Bawah Umur

Instagram.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Di masa sekarang ini, mengunggah foto anak di media sosial sudah dianggap sebagai hal yang lumrah. Jika Anda adalah orangtua milenial, kemungkinan besar akun Instagram atau Facebook Anda tersemat setidaknya satu atau dua foto anak, baik yang masih bayi, balita, atau usia sekolah.

Istana Buat Dua Akun Instagram Lembaga Kepresidenan, Ini Perbedaannya

Bahkan bisa jadi ada yang sengaja membuatkan akun khusus untuk anak. Survei dari Gerber.com, seperti dimuat di laman Today tahun 2016 menemukan, hampir 40 persen ibu berusia 18 tahun hingga 34 tahun membuat akun media sosial untuk bayi mereka, sebelum ulang tahun pertamanya.

Salah satu responden, Lily Silva mengemukakan alasannya sengaja membuat akun Instagram untuk sang anak. "Anak saya lucu, dan saya ingin mengunggah foto aktivitasnya sehari-hari, tapi saya tak mau dia membajak halaman akun saya," kata Lily.

Begitu pula dengan Nicole Doyle (40). Meski usianya tak masuk kalangan milenial, bukan berarti ia gagap dengan tren media sosial. Akun Instagram yang dibuat untuk dua kembarnya ditujukan sebagai media berbagi perkembangan sang bayi dengan orang-orang terkasih.

"Saya melakukannya karena anak laki-laki saya mengalami mikro-preemies, lahir pada 25 minggu. Dan media sosial adalah cara saya untuk membuat teman dan keluarga mengetahui perkembangan mereka," katanya.

Istana Buat Akun IG Resmi Presiden Republik Indonesia, Postingan Pertama Prabowo Ucapkan Janji

Apa yang dilakukan oleh Lily dan Nicole tersebut terkesan tidak ada yang salah. Tujuannya baik. Di samping media sosial memang sudah dianggap sebagai gaya hidup masyarakat modern.

Akan tetapi hal itu sebenarnya bukan tanpa risiko. Apalagi jika akun media sosial anak menjadi konsumsi publik. Salah satu yang sangat mungkin menjadi keniscayaan adalah komentar negatif maupun bullying dari warganet.

Ilustrasi akun selebgram.

Selebriti kenamaan Tanah Air (SD), mengaku rajin membaca komentar di Instagram, untuk mengecek jika ada ujaran negatif yang 'mampir', baik di akunnya sendiri maupun akun anaknya yang masih balita. Ia bahkan tak ragu untuk menghapus apabila perkataan warganet dinilai bersahabat.

SD tak sendirian. Di Indonesia sudah jamak kita jumpai anak-anak di bawah umur menghiasi halaman media sosial, baik di akun atas namanya sendiri, akun orangtuanya, maupun akun yang sengaja dibuat oleh orang lain mengatasnamakan fanbase. Mereka, anak-anak itu, lantas menjadi selebgram cilik yang memiliki banyak penggemar.

Orangtua ‘Bandel’

Praktisi media sosial Nukman Luthfie, menyoroti maraknya orangtua 'bandel' yang membuatkan akun media sosial untuk anak di bawah umur. Dikatakan bandel karena jelas melanggar aturan yang ditetapkan media sosial itu sendiri, meski berdalih akun anak dikelola oleh orangtua.

"Pemilik platform media sosial punya aturan bahwa sebelum 13 tahun tidak boleh. Ketika daftar medsos, kita kan diminta mengisi tanggal lahir," kata Nukman dalam sambungan telepon pada VIVA Digital, 20 Desember 2018.

Menurut Nukman, ada alasan di balik pemberlakuan aturan minimal 13 tahun oleh pembuat platform media sosial, seperti Facebook, Instagram, TikTok. "Karena mereka sudah sadar, bahwa ada bahaya tersembunyi buat anak-anak. Media sosial itu surga bagi kaum paedofil," ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ, orangtua yang mengekspos foto anak di dunia maya, sebenarnya tanpa sadar juga melanggar hak privasi anak. Misalnya, mereka tak bertanya pada anak apakah ia mau jika foto dirinya terpampang untuk publik?

"Padahal suatu saat, jika anak bayi itu sudah besar, bisa saja ia bilang enggak suka. Menurut mama lucu, tapi menurut saya (anak) enggak lucu," ujar Nukman.

Praktisi media sosial, Nukman Luthfie

Di akun Instagram Nukman, @nukman, ia menulis keterangan menanggapi selebriti SD yang rajin menghapus komentar miring di medsos. Menurutnya, daripada menghapus komentar nyinyir di akun Instagram anak, kenapa tidak sekalian hapus saja akun Instagram anak tersebut?

"Kalau mau pamer foto bayi, kenapa tak ditaruh saja di medsosnya (orangtua?)" kata Nukman.

Akan tetapi, fenomena endorsement produk yang memiliki nilai komersial sepertinya menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua, terutama kalangan selebritis. Sudah jadi rahasia umum, media sosial juga menghadirkan keuntungan materi bagi pengguna melalui promosi produk.

"Memang menggiurkan endorsement itu. Tapi ngapain mengorbankan kepentingan anak, demi keuntungan komersial?" kata Nukman.

Apa yang perlu digarisbawahi dari maraknya akun maupun konten anak di media sosial? Seperti dikatakan Nukman, media sosial adalah tempat bagi orang dewasa. Ada aturan minimal usia untuk mendaftar. Jika registrasi atas nama anak, seyogyanya mendapat persetujuan dari anak. Namun, hal ini tak mungkin apabila ia masih bayi atau balita.

Maka itu, diperlukan kebijakan dan kesabaran orangtua. “Apa susahnya menunggu hingga anak dewasa?” ujar Nukman.

Anak sama seperti orang dewasa lainnya yang juga memiliki hak privasi, meski mereka belum mampu mengutarakan kehendaknya. (zra)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya