Sempat Ragu Bikin Konten, Channel 'Kok Bisa?' Raih Jutaan Subscriber

Tim Kok Bisa? menerima Golden Creator Award
Sumber :
  • Dok. VIVA/ Alika

VIVA – Bagaimana pesawat bisa terbang? Apakah operasi plastik pakai plastik? Kenapa tubuh jadi panas kalau sakit?

Ayah Jadikan Anak Kandungnya Budak Seks Sejak Usia 8 Tahun, Video Aksi Bejatnya Juga Disimpan

Sederet pertanyaan tersebut sepertinya sederhana, akan tetapi cukup membuat kening berkerut jika kita gagal memahaminya. Padahal kita kerap mendengarnya di keseharian.

Pertanyaan-pertanyaan itu juga menjadi judul dari konten yang ditayangkan kanal YouTube 'Kok Bisa?'. Kanal yang dibentuk oleh Ketut Yoga dan Gerald Bastian pada 2015 ini, mengangkat isu seputar sains dengan kemasan yang menarik berupa video motion grafis dan bahasa yang mudah dipahami.

Penjelasan Polda Sumut Soal Kasus Gadis Terima Video Asusila jadi Tersangka Kini Berakhir Damai

Awal didirikannya Kok Bisa? berangkat dari keresahan terhadap kurangnya tayangan yang bernilai edukasi di Indonesia. "Awalnya dari masalahnya dulu kali, ya. Di Indonesia ini masih sedikit banget konten edukasi. Mungkin ada, tapi kurang menarik, atau beberapa kurang mendidik, dan kita seakan enggak punya pilihan lain," kata Gerald saat berbincang dengan VIVA, di Kuningan Jakarta, 27 November 2018.

"Di luar negeri sana sudah banyak konten edukasi dengan kemasan yang lebih menarik. Tapi di Indonesia sendiri kita enggak punya konten yang kita bikin sendiri. Jadi tergeraknya dari sana," ujarnya menambahkan.

Kasus Gadis Padangsidimpuan Jadi Tersangka Usai Terima Video Asusila Berakhir Damai

Sejak didirikan pada 2015 lalu, Kok Bisa? kini telah menayangkan 200 lebih video di YouTube. Bahkan pada Media Event YouTube Kids yang digelar di Jakarta, 27 November 2018, mereka menerima Gold Creator Award atas pencapaian 1 juta subcriber.

Dijelaskan Gerald, perjalanan Kok Bisa? tak dimulai dengan fasilitas yang serba mumpuni. Kala itu laptop yang dimilikinya dan Ketut terbilang sederhana. Bahkan saat pertama memutuskan untuk memproduksi konten, Gerald sedang berhadapan dengan tugas akhir kuliah.

Namun, perjuangan terus mereka lanjutkan, meski sempat didera perasaan skeptis terhadap konten yang mereka produksi sendiri. "Sempat skeptis dan mungkin lelah, ya. Karena kan awal-awal bikin dengan alat seadanya. Tapi kita berjuang, meski enggak ada yang nonton, subscriber cuma 15," kata Gerald.

"Tapi ujung-ujungnya, ya, kita lebih ke turning point. Harus benar-benar bikin konten yang orang ngerti oh ternyata konten edukasi tuh kayak gini," tambahnya.

Beragam topik tentang sains diangkat menjadi tayangan video di kanal Kok Bisa? Isu seputar bumi datar hingga Stephen Hawking pun tak luput dari pembahasan mereka. Menurut Gerald, idenya tak terlepas dari peran penonton kanal. Pertanyaan yang diajukan oleh penonton bisa menjadi bahan riset untuk kemudian diproses dalam produksi konten.

“Kita bikin video itu berdasarkan dari pertanyaan penonton. Pertanyaan apa pun bisa jadi konten,” ujar Gerald.

Perjalanan Kok Bisa? tak terlepas dari beragam tantangan. Ketut menceritakan, dulu pernah menghadapi keragu-raguan dari orangtua saat akan serius berkecimpung sebagai kreator konten di YouTube. “Tapi kita akhirnya bisa membuktikan kalau konten edukasi ini suatu hari bisa berguna,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya