Soal Nasib Bolt dan First Media, Kominfo: Kami Tak Ingin Dikerjai Lagi
- Instagram/@fikrifahrudin_h
VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika sejauh ini belum mengambil keputusan atas nasib izin frekuensi PT Internux, Tbk atau Bolt dan PT First Media, Tbk. Padahal tanggal jatuh tempo pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi kedua perusahaan jatuh pada 17 November 2018 lalu atau lebih dari sembilan hari lalu.
"Ya mau bilang lama, ya lama. Tapi kami bukan menahan-nahan," kata Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, di Jakarta, Senin, 26 November 2018.
Soal lamanya penangguhan utang, pria yang akrab disapa Nando itu menyatakan berdasarkan peraturan, selama 24 bulan tidak membayar maka baru dilakukan langkah pencabutan. Sedangkan dalam jangka waktu tersebut, perusahaan yang masih menunggak pembayaran akan diberi surat peringatan.
"Bukan satu bulan enggak bayar langsung cabut. Itu tidak bisa. Memang 24 bulan berturut tidak bayar itu baru cabut. Itu aturan PP dan Permen," kata Nando.
Dia menyatakan, hingga saat ini Kominfo masih menimbang detail permintaan proposal damai kedua perusahaan tersebut yang diberikan pekan lalu. Dalam proposal tersebut, Bolt dan First Media mengajukan skema pembayaran utang BHP Frekuensi 2,3 GHz.
Dalam proposal, Bolt dan First Media menyatakan keinginannya untuk membayar hutang mereka hingga September 2020. Nando menjelaskan, mereka merencanakan membayar dalam lima kali selama 24 bulan ke depan.
"Kami tidak mau dikerjai lagi. Model bentuk pencairannya seperti apa," kata dia.
Setelah proposal diberikan, Kominfo menyarankan beberapa hal untuk kedua perusahaan itu. Pertama, tidak boleh menambah konsumen dan mengembangkan bisnisnya.
Nando menyatakan, atas saran Kominfo tersebut kedua perusahaan itu menerima. Per 20 November 2018, mereka tak lagi menerima pelanggan baru, namun tetap melayani pelanggan lamanya.
Sedangkan untuk Jasnita, Nando mengatakan, saat ini sedang diproses pembayaran utangnya. Namun untuk frekuensi yang dulu dipakai Jasnita sudah dikembalikan.
"Frekuensinya itu sudah dikembalikan. Otomatis itu sudah milik negara dan Kominfo lagi. Kami dalam proses tahapan lelang kembali kepada operator yang tertarik," kata Nando. (ase)