Jasnita Nunggak Frekuensi, Dirjen Aptika Kominfo Tak Ikut Campur

Ilustrasi menara telekomunikasi.
Sumber :
  • www.pixabay.com/blickpixel

VIVA – Nama Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan ikut terseret dalam hutang Biaya Hak Penggunaan atau BHP frekuensi 2,3 GHz. Ada tiga perusahaan yang menunggak BHP frekuensi tersebut, salah satu dari perusahaan itu adalah PT Jasnita Telekomindo atau Jasnita, yang didirikan Semuel. 

Terkait dengan hal ini, Semuel menyatakan dia sudah mundur dari jabatannya sebagai Direktur Utama Jasnita sebelum dilantik sebagai pejabat Kominfo pada awal Oktober 2016.

"Sebelum saya dilantik pun, saya diberi tahu akan dilantik. Saya harus mundur dong," kata Semuel, di Jakarta, Sabtu malam 23 November 2018. 

Jadi hingga saat ini, masalah pembayaran BHP sudah berada di tangan Direktur Utama Jasnita yang baru, bukan lagi dirinya. 

Sebagai pendiri, Semuel mengatakan, dia masih memiliki saham. Dia mengungkapkan saham tersebut sudah dialihkan kepada anaknya. Semuel mengaku, kepemilikan saham itu juga sudah diinformasikan ke KPK.

"Kan ada dalam laporan saya ke KPK. Saya punya saham itu. Enggak boleh saya enggak melaporkan," ujarnya. 

Dia menyatakan, masalah hutang ini juga menunjukkan pemerintah tidak pilih kasih, termasuk kepada Jasnita. 

Jasnita merupakan satu dari tiga perusahaan yang menunggak pembayaran BHP Frekuensi di Kominfo. Dua perusahaan lainnya adalah PT Internux (Bolt) dan PT First Media Tbk, yang mana keduanya adalah perusahaan Lippo Group.

Soal Nasib Bolt dan First Media, Kominfo: Kami Tak Ingin Dikerjai Lagi

Jasnita menunggak Rp2,2 miliar dan telah melewati dua kali jatuh tempo dari 17 November 2016 dan juga tanggal serta bulan yang sama pada tahun lalu.

Terkait dengan tunggakan tersebut, Jasnita menyatakan, saat ini sudah mengalihkan pelanggan layanan 2,3 GHz ke layanan lain. 

Awasi Kewajiban Pembayaran PNBP First Media dan Bolt
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemenkominfo, Ismail.

Layanan 'Direct to Cell' Starlink Tidak Bisa Dipakai di Indonesia

Layanan 'direct to cell Starlink tidak bisa dipakai di Indonesia. Perusahaan milik Elon Musk ini juga membayar sewa frekuensi sebesar Rp23 miliar.

img_title
VIVA.co.id
24 Juni 2024