Awasi Kewajiban Pembayaran PNBP First Media dan Bolt

Ilustrasi First Media
Sumber :
  • Instagram/@firstmediaworld

VIVA – Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA keberatan bila ada penundaan pembayaran utang PT. First Media Tbk dan PT. Internux Tbk atau Bolt. Lembaga itu mendukung jika ada pencabutan izin penggunaan frekuensi Biaya Hak Penggunaan atau BHP kedua perusahaan itu.

First Media Resmi Dimiliki XL Axiata, Tak Ada yang Berubah

Pernyataan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang pada Pasal 9. Pasal tersebut pada ayat 1 mengharuskan permohonan penundaan pembayaran harus dilakukan 20 hari sebelum jatuh tempo. Nyatanya, kedua perusahaan itu baru mengajukan dua hari setelah jatuh tempo 17 November 2018.

“Dengan demikian, secara administratif permohonan penundaan, pengangsuran maupun penjadwalan ini sudah tidak dapat diajukan lagi,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, dalam keterangannya, Jumat, 23 November 2018.

Layanan 'Direct to Cell' Starlink Tidak Bisa Dipakai di Indonesia

Selain itu, Yustinus menyoroti besaran utang kedua perusahaan itu. First Media memiliki utang Rp364 miliar dan Internux berutang Rp343 miliar.

Jika terjadi penundaan pembayaran PNBP, dia menjelaskan, akan ada pemasukan negara yang tertunda dan hal tersebut dapat merugikan keuangan negara.

Bea Cukai Tegal Bersama Satpol PP Ringkus Ratusan Ribu Rokok Ilegal

“Padahal saat ini negara sedang mengalami shortfall penerimaan dan butuh tambahan penerimaan untuk pembiayaan pembangunan. Berarti penundaan ini cukup merugikan keuangan negara,” ujar dia.

Dari sisi regulasi Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR), sesuai Pasal 17 Peraturan Menkominfo Nomor 9 tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Sprektrum Frekuensi Radio, izin bisa dicabut sebelum masa berlaku berakhir.

“Pasal 21 ayat 1 huruf f menjelaskan pencabutan IPFR dilakukan apabila wajib bayar tidak melunasi pembayaran BHP Frekuensi Radio untuk IPFR selama 24 bulan,” tulisnya.

Namun faktanya, kedua perusahaan sudah memiliki tunggakan sejak 2016. Dengan demikian, menurut Yustinus, pencabutan harus dilakukan dengan prosedur pemberian surat peringatan tiga kali berturut-turut kepada wajib bayar.

Yustinus menuturkan, sebaiknya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan peringatan tertulis pada kedua perusahaan. Peringatan itu untuk penagihan dan memenuhi ketentuan untuk mencabut izin penggunaan frekuensi 2,3 Ghz.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga harus memantau dan mengawasi masalah tersebut. Pemantauan tersebut merupakan bagian tanggung jawabnya sebagai pemegang otoritas bidang PNBP.

“Demi memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim penegakan hukum yang kondusif bagi penerimaan negara, dan agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemungutan PNBP, Menteri Kominfo seyogyanya segera memberikan peringatan tertulis untuk menagih tunggakan dan memenuhi ketentuan dalam rangka pencabutan izin,” kata dia.

Sejauh ini, Kementerian Kominfo belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai nasib proposal perdamaian yang diberikan First Media dan Internux. Salah satu isi proposal mereka yakni mengangsur biaya utang. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya