Mengapa WiFi Mati Bikin Frustrasi dan Marah?

Ilustrasi WiFi
Sumber :
  • Instagram/@der_henni_of

VIVA – Koneksi WiFi mati, apa yang kamu rasakan? Umumnya saat ini orang akan gusar dan frustrasi kala koneksi internet tersebut mati, apalagi saat dikejar deadline urusan atau pekerjaan. 

Cagub Pramono Anung Akan Sediakan Wifi Gratis di Setiap Masjid

Kenapa kamu atau orang cenderung frustrasi saat koneksi WiFi mati? Menurut riset peneliti di Inggris, rasa frustrasi yang muncul ini karena personalitas pengguna. 

Dikutip dari Science Daily, Senin 5 November 2018, studi yang dipimpin ahli psikologi De Montfort University Inggris,  Lee Hadlington dan Mark Scase, kecemasan dan frustrasi itu terdorong karena pengguna dilanda penyakit bernama fear of missing out (FOMO).

Mengapa Perlu Menghindari Jaringan WiFi Publik bagi Pengguna Bank Digital?

FOMO merupakan gangguan kejiwaan yang timbul karena pengguna merasa tertinggal dari pengalaman online dari teman-teman yang lain. FOMO timbul lantaran pengguna sudah kecanduan internet. 

Hadlington mengatakan, makin banyak pengguna menggunakan perangkat mereka maka mereka makin tergantung dengan perangkat tersebut. 

Hati-hati saat Bepergian

"Jadi saat perangkat mereka tak bekerja atau berfungsi, kita cenderung merasakan pengalaman yang gila atau sekadar mematikan perangkat dan mematikan semuanya," jelas Hadlington. 

Dalam studi ini, tim peneliti melibatkan 630 partisipan berusia 18 sampai 68 tahun yang diwawancarai secara kuesioner online. 

Dalam riset itu, peneliti menemukan ciri-ciri kepribadian tertentu akan punya kekhasan dalam menanggapi kegagalan atau tak fungsinya teknologi digital. Hadlington mengatakan, orang yang lebih neurotik dan ekstrover punya reaksi lebih ekstrem kalau menemukan koneksi internet mati atau perangkat tak berfungsi. 

"Tanggapan frustrasi adalah salah satu yang kita semua alami tiap hari, jadi tampaknya itu menjadi langkah logis dalam penelitian kami," ujarnya. 

Selain respons frustrasi, saat ada koneksi teknologi yang bermasalah, ada juga orang yang responsnya ‘maladaptif’ berupa marah, panik dan tertekan. Respons ini menurut peneliti malah berdampak pada produktivitas dan memperburuk kualitas aktivitas dan pekerjaan.

Ragam respons atas problem koneksi digital dan teknologi itu bermanfaat dalam penanganan masalah kecemasan. 

Hadlington menuturkan, jika peneliti bisa memahami apa yang menyebabkan individu bereaksi dengan cara tertentu dan mengapa ada perbedaan respons itu maka bisa mudah penanganannya. 

“Bahwa saat teknologi digital gagal bekerja, maka pengguna perlu mendapatkan dukungan dan harus ada rambu-rambu yang relevan bagi mereka untuk mendapatkan bantuan," tuturnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya