Ada 230 Hoax Beredar Sejak Juli 2018
- VIVA/Novina Putri Bestari
VIVA – Tren penyebaran hoax semakin naik sejak 2014. Saat pemilihan presiden, masyarakat sadar berita bohong banyak tersebar. Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau Mafindo, Anita Wahid mengatakan, tren kenaikan hoax itu akan terus menanjak hingga tahun depan.
“Makin naik. Ini akan makin naik sampai April,” kata Anita di Jakarta, Selasa 16 Oktober 2018.
Dia menyebutkan, setelah Pilpres 2014, selama enam bulan pada 2015 muncul 61 hoax, atau sekitar 10 hoax per bulannya. Pada 2016, data menunjukkan muncul 330 konten hoax, dan angkanya makin naik pada 2017 dengan adanya 710 hoax.
Untuk tahun ini, pada Juli hingga September 2018 saja sudah muncul 230 hoax. Rinciannya, pada Juli muncul sekitar 65 hoax, pada Agustus 70 hoax dan 86 hoax pada September lalu.
Hoax mengenai politik juga masih mendominasi. Anita menyebutkan, pada September 2018, ada 52 hoax. Untuk yang berhubungan serangan untuk Jokowi-Ma’ruf Amin, Mafindo menemukan ada 36 hoax dan 16 hoax untuk kubu Prabowo-Sandi.
“Alat yang digunakan dalam menyusun hoax pada bulan Juli paling banyak narasi. Narasinya banyak beredar di WhatsApp atau Facebook. Karena memungkinkan penggunaan narasi,” kata Anita.
Untuk Agustus dan September, hoax berbeda dengan variasi dan foto. Menurut Anita, informasi dengan kata-kata saja diperkirakan kurang efektif dan harus ditambah dengan foto.
Melihat hal tersebut, Anita mengatakan, hoax semakin membuat masyarakat tercerai-berai. Rasa kasih sayang juga sudah tidak muncul pada anak bangsa.
Dia melihat adanya mesin antihoax cuma membantu saja, tapi hal kunci pentingnya sebenarnya pada pengguna.
“Apakah manusianya sendiri mau mengarah ke arah membebaskan hoax atau enggak. Tren naik terus itu memperlihatkan orang makin tidak peduli dengan hoax. Semakin merasa its okay untuk menyebarkan hoax,” ujarnya.