Soal Data Center Tak Perlu di RI, Begini Penjelasan Menkominfo

Menkominfo Rudiantara
Sumber :
  • VIVA/Edwin Firdaus

VIVA – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan bahwa revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik mengatur tentang mana saja pusat data atau data center yang harus di Indonesia dan tidak.

OJK Sebut Pilkada 2024 Bakal Beri Dampak Positif ke Ekonomi Lokal

Ia mengatakan, sebelumnya Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 mengharuskan pusat data berada di Indonesia atau data center localization.

Menurutnya revisi PP 82 saat ini sedang jalan dan mengacu kepada UU ITE. Selain itu Rudiantara mengaku bahwa revisi ini tidak ada kaitannya dengan Amazon Web Services (AWS) atau Alibaba Cloud. Ia mengaku mau merevisi PP ini sejak 2015.

Genjot Kinerja Bisnis, KSP Bakal Tambah Kawasan Pergudangan Baru

Rudiantara juga melihat bahwa aturan ini merugikan perusahaan rintisan atau startup karena dinilai tidak akan berkembang apabila semua data center mereka wajib di Indonesia.

"Mereka semua, kan, pakai cloud computing untuk menyimpan data. Saya melihat di sini ada aturan tapi tidak implementable, sehingga tidak bisa diterapkan penuh. Akhirnya, kita revisi dengan membaginya menjadi tiga kategori," kata Rudiantara kepada VIVA, Sabtu, 13 Oktober 2018.

bank bjb Terus Perkuat Bisnis, Kini Jadi BPD Pertama Penyimpan Dana Margin di Indonesia

Tiga kategori yang dimaksud adalah strategis, penting (important), dan biasa. Strategis, menurut Rudiantara, antara lain data intelijen, pertahanan dan keamanan, serta data kependudukan. "Itu kategori yang pusat datanya wajib ada di Indonesia," tegasnya.

Sedangkan, yang masuk kategori important itu, yang dinilai bisa memberi pengaruh kepada sektor bersangkutan. Misalnya, kalau kolaps berefek domino ke yang lain. Ia menyebut industri perbankan sebagai salah satu contoh.

Menurut dia, sektor perbankan pusat datanya boleh ada di Indonesia, boleh juga tidak. "Tapi perbankan bisa juga masuk kategori strategis. Itu dilihat dari sisi penyimpanan data atau pemrosesan data. Jangan kita lihat inward looking-nya saja tapi lebih ke asas resiprokal," ungkap Rudiantara.

Ia juga mengaku sedang membahasnya dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian, kategori biasa adalah yang pusat datanya boleh ada di luar Indonesia.

Terkait pengawasan, Rudiantara mengaku sedang dibicarakan dengan sektor atau industri lain. Ia mengatakan ada delapan sektor. Selain pertahanan dan keamanan, intelijen, data kependudukan, serta jasa keuangan, juga ada telekomunikasi.

"Jadi harusnya pelaku bisnis jangan protes. Kecuali saya bebasin semua, baru pada protes," tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya