Soal Data Center Tak Perlu di RI, Dalam Negeri Wajib Dilindungi

Ilustrasi data center.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Pemerintah sedang merampungkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 

7 Strategi Cerdas untuk Mengubah Krisis Ekonomi 2025 Menjadi Peluang

Salah satunya poin yang bakal direvisi, yakni Pasal 17 yang mengamanatkan penempatan data harus di Indonesia. Pasal ini mengharuskan semua penyelenggara sistem elektronik yang beroperasi di Indonesia, membangun data center di Tanah Air.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengakui, penempatan data center di Tanah Air sudah tak efisien dengan perkembangan teknologi saat ini. Untuk itu, menurutnya, data center tak begitu perlu dibangun di Indonesia. 

OJK Sebut Pilkada 2024 Bakal Beri Dampak Positif ke Ekonomi Lokal

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Kristiono berpandangan revisi PP harus menjangkau perspektif yang lebih luas, bukan cuma fokus pada urusan data center saja. 

Menurutnya, revisi peraturan tersebut, harus memastikan keuntungan dan perlindungan bagi ekosistem dalam negeri

Pertamina Eco RunFest 2024, Dorong Pemberdayaan UMKM hingga Pertegas Komitmen Capai NZE 2060

"Bagaimana upaya menjaga potensi sumber-sumber ekonomi yang timbul dengan tumbuhnya industri digital yang kita peroleh," kata dia kepada VIVA, Jumat 12 Oktober 2018. 

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam revisi itu, yakni bagaimana menjaga agar pengguna di Indonesia tetap memiliki kendali atas data dan informasi supaya tidak disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak semestinya. 

Kristiono menyoroti, sejauh mana revisi itu bisa berdampak positif pada trafik data atau internet di dalam negeri menjadi lebih dominan daripada trafik ke luar negeri. 

Untuk bisa mandiri trafik data di dalam negeri, menurutnya, pemerintah dan pihak terkait perlu memperkaya konten atau aplikasi yang berada di dalam negeri.

"Sehingga, belanja bandwidth kita juga semakin hemat sekaligus menghemat devisa," katanya. 

Revisi PP Nomor 82 itu, menurutnya, harus juga menegaskan kesamaan perlakuan, tidak pandang bulu apakah entitas dari luar negeri atau dalam negeri. 

"Bagaimana upaya menjaga level playing field yang fair antara penyedia layanan di dalam negeri dan di luar negeri," tuturnya. 

Apalagi, kata dia, dalam jangka panjang siapa tahu Indonesia mampu menjadi pusat (hub) di kawasan regional. Dia melihat pemerintah memang ada arah ke sana, sebab pemerintahan saat ini punya visi menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya