Kelas Pintar Samsung Juga Ingin Selamatkan Guru dari 'Buta Internet'
- Dokumen Samsung
VIVA – Tingkat kompetensi guru sekolah dasar di Papua masih belum memenuhi standar. Hal ini mengacu pada pernyataan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Hamid Muhammad, M.Sc., Ph.D.
"Jika bicara kompetensi guru, memang kita masih harus kerja keras," kata Hamid saat menjadi pembicara di acara peluncuran Samsung Smart Learning Class, di SD YPK Waupnor Biak, Papua, 4 Oktober 2018.
Menurut Hamid, pada tahun 2015, nilai rata-rata uji kompetensi guru masih mencapai angka 5,3, belum berhasil menyentuh angka standar 5,5.
"Padahal kita ini mentarget anak-anak lulus nilainya minimal 5,5," ujarnya menambahkan.
Tak hanya lemah di aspek kompetensi, kemampuan guru memahami teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga masih minim.
Berdasarkan hasil survei Baseline Samsung Smart Learning Class (SSLC) Biak, Agustus 2018, hanya 13 persen guru yang sangat menguasai TIK. Sebanyak 25 persen cukup menguasai, dan 61 persen kurang dan belum menguasai TIK.
Guru merupakan agen pendidikan sekaligus ujung tombak yang akan mengantarkan para siswanya menuju hidup yang lebih baik, melalui jalur pendidikan.
Lemahnya keahlian dan kompetensi guru tersebut, ditegaskan Hamid, perlu diatasi. "Secara bertahap, kita perlu meningkatkan uji kompetensi guru," katanya.
Selanjutnya, Hamid menyebut tentang Samsung Smart Learning Class (SSLC). Menurutnya, kehadiran SSLC adalah bagian dari solusi untuk meningkatkan keahlian guru di Papua, terutama Biak.
"Peluncuran SSLC ini adalah bagian dari menjawab itu semua," katanya.
SSLC merupakan program kepedulian dari Samsung Electronic Indonesia untuk kemajuan dunia pendidikan. Aksi nyata yang digulirkan Samsung melalui SSLC tersebut, yaitu dengan menyediakan ruang kelas berbasis teknologi.
"Kami yakin, teknologi digital dapat meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar. Ia dapat memberi pengalaman belajar yang lebih menarik," kata Kang Hyun Lee, Vice President Samsung Electronics Indonesia.
Sejumlah perangkat disediakan sebagai sarana belajar-mengajar di kelas SSLC. Di antaranya, tablet dengan S-pen, gear VR, unit Samsung Galaxy A8, dan Samsung Smart TV 55 inci. Tujuannya adalah untuk membantu mengenalkan teknologi dan informasi yang mendukung perkembangan pendidikan.
Meski secara garis besar SSLC ditargetkan untuk memfasilitasi belajar siswa, namun secara tidak langsung, guru juga merasakan manfaatnya. Hal ini diakui salah satu guru di SD YPK Waupnor, Erice Posi (39).
Menurutnya, SSLC telah membuka matanya terhadap perkembangan teknologi dan informasi, khususnya yang melibatkan internet. "Iya, saya sangat terbantu bisa mengakses internet melalui SSLC. Dari yang dulunya tidak tahu, menjadi tahu," katanya pada VIVA, saat ditemui di Biak, 4 Oktober 2018.
Kepala Sekolah SD YPK Waupnor, Kain Robinson Wamaer, membenarkannya. Dengan latar belakang SDM guru yang yang bermacam-macam, mulai dari tingkat SPG hingga S1, tak semua dari mereka yang memahami perkembangan teknologi.
Berkat SSLC, guru pun dapat memperdalam keahliannya di bidang TIK, baik dengan praktik menggunakan alat secara langsung, maupun melalui pelatihan yang diselenggarakan. Nantinya, guru juga yang menjadi agen sosialisasi bagi para siswa untuk menyampaikan modul pengajaran dan materi.