Tebar Ujaran Kebencian ke Muslim, Facebook Tutup Akun Milik Jenderal
- REUTERS/Dado Ruvic
VIVA – Media sosial Facebook telah menghapus 18 akun dan 52 halaman yang terkait dengan militer Myanmar, termasuk milik Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing. Mereka telah mendapat kecaman akibat memberikan ruang untuk memposting ujaran kebencian atau hate speech terhadap Muslim Rohingya.
Mengutip situs Theguardian, Rabu, 29 Agustus 2018, sekitar 25 ribu jiwa Muslim Rohingya tewas dan 700 ribu jiwa terpaksa mengungsi ke negara tetangga Bangladesh pada tahun lalu. Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan telah terjadi pembantaian massal yang dilakukan tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
"Beberapa jenderal, termasuk Panglima Militer Min Aung Hlaing, harus diselidiki dan dituntut karena melakukan genosida dan sejumlah kejahatan kemanusiaan lainnya di utara negara bagian Rakhine," menurut laporan PBB.
Dalam sebuah langkah yang luar biasa cepat, beberapa halaman dan laporan militer Mynamar, yang dikenal sebagai Tatmadaw, dihapus hanya dalam waktu beberapa menit, kemudian disusul misi pencarian fakta PBB yang mengeluarkan laporan memberatkan. Facebook merupakan sumber informasi yang sangat populer di Myanmar.
Media sosial milik Mark Zuckerberg tersebut ingin mencegah penggunaan layanan untuk mengobarkan ketegangan etnis dan agama. Laman dan akun yang dihapus totalnya mencapai 12 juta pengikut. Pada bulan ini, Facebook mengaku sudah 'terlalu lambat' dalam menangani pidato kebencian di Myanmar pada platform-nya.
"Kami telah melakukan penyelidikan dan menemukan Tatmadaw menggunakan berita dan opini yang secara diam-diam mendorong pesan-pesan militer Myanmar. Perilaku seperti ini dilarang di Facebook. Kami ingin orang-orang dapat mempercayai koneksi yang mereka buat," demikian pernyataan resmi Facebook.
Kendati demikian, akun Facebook milik pemimpin de facto pemerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi, tidak dihapus meskipun ia juga dituduh menggunakan Facebook untuk menyebarkan informasi yang salah tentang Rohingya dan kekerasan di Rakhine. Meski begitu, Suu Kyi mendapat kritikan pedas karena gagal memanfaatkan kedudukannya sebagai kepala pemerintahan.