Aleksandr Kogan Pembocor Data Pengguna Facebook Akan Didatangkan ke RI
- ekla.in
VIVA – Sidang Facebook di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan awal pekan ini memang ditunda. Pada sidang perdana gugatan skandal bocornya data 1,09 juta pengguna Facebook di Tanah Air itu, media sosial raksasa besutan Mark Zuckerberg itu mangkir.
Gugatan class action itu diajukan oleh Executive Director dan Chief of Communication Indonesia ICT Institute (IDICT), Heru Sutadi dan Kamilov Sagala dari Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII).
Majelis Hakim Ketua Martin Pontoh yang memimpin sidang itu akhirnya langsung mengagendakan sidang pokok perkara pada 27 November 2018. Sidang berikutnya memang masih tiga bulan lagi. Tapi kubu penggugat tetap tancap gas.
Kuasa Hukum IDICT dan LPPMII, Jemy Tommy mengungkapkan, siap total untuk membuktikan semua tergugat dalam perkara ini, yaitu Facebook Indonesia, Facebook global dan Cambridge Analytica, melanggar undang-undang di Indonesia.
Jemy mengatakan, kubunya sudah resmi mengundang saksi kunci dari Inggris yakni mantan orang dalam Cambridge Analytica serta perwakilan Komisi Informasi Inggris (ICO). Saksi-saksi kunci yang ingin didatangkan ke PN Jakarta Selatan yaitu Mantan Direktur Pengembangan Bisnis Cambridge Analytica, Brittany Kaiser; Akademisi Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan; serta perwakilan ICO.
Kubunya sudah mengirimkan surat kepada saksi tersebut melalui Kedubes Kerajaan Inggris di Indonesia, untuk membantu mendatangkan saksi-saksi tersebut.
"Kami meminta bantuan Inggris agar terkait kebocoran dan penyalahgunaan data pribadi Facebook ini tak boleh atau tak dapat mengorbankan asas transparansi, keadilan dan kepatuhan terhadap hukum Indonesia," ujar Jemy kepada VIVA, Jumat 24 Agustus 2018.
Dia menuturkan, kubunya meminta bantuan Inggris bukan tanpa alasan. Sebab lembaga pengawas data di Inggris sangat terbuka dalam menginvestigasi kasus bocornya data pengguna Facebook. Jemy mengatakan, pengawas data di Inggris begitu serius, bahkan investigasi Facebook mereka berjalan selama 14 bulan.
Selama waktu tersebut, Komisi Informasi Inggris (ICO) dengan tim 40 orang menyelidiki lebih dari 172 organisasi yang diminati, mewawancarai lebih dari 100 orang dan mengidentifikasi 285 individu yang terkait penyelidikan. Kabar yang beredar, untuk penyelidikan ini, ICO sampai mengeluarkan biaya tak main-main, 1,4 juta poundsterling atau Rp25,7 miliar.
"Masyarakat Indonesia tentunya menginginkan pengawas dan pengendali penyelenggara sistem elektronik Indonesia bisa pro aktif seperti pengawas data Inggris," katanya.