Mengapa #2019TetapJokowi Keok dari #2019GantiPresiden
- Facebook/Ismail Fahmi
VIVA – Perang tanda pagar dua kubu politik, #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden terus mewarnai jagat dunia media sosial, khususnya platform Twitter. Kedua hashtag tersebut menyesaki Twitter siang maupun malam hari.
Ada temuan menarik analis media sosial Ismail Fahmi dari kedua hashtag tersebut, yakni kedua kubu sama-sama memperlihatkan operasi robot untuk melambungkan hashtag mereka masing-masing.
Dalam riset analisis media sosialnya, Ismail mengambil sampel postingan Serangan Fajar kedua hashtag pada Rabu 15 Agustus 2018. Data postingan yang mempromosikan kedua hashtag tersebut diambil pada pukul 00.00 sampai 07.00 WIB tanggal tersebut. Makanya, Ismail menuliskannya sebagai Serangan Fajar.
Ismail menggunakan tool Drone Emprit untuk mengukur postingan kedua hashtag pada momen Serangan Fajar. Ismail menuliskan, tool itu mencatat tren volume percakapan per jam, pola naik turunnya postingan ternyata sama.
Dari peta Social Network Analysis (SNA) yang ditampilkan Drone Emprit menunjukkan, ternyata saat waktunya orang beristirahat, akun key opinion leader (KOL) kedua kubu hashtag tersebut masih beraksi.
Ismail mencatat, pada Serangan Fajar tersebut, pada kubu #2019TetapJokowi yakni user anonim @JokowiFacts dan akun @purwo82092883 terlihat beraksi. Kedua akun tersebut merupakan dua akun top influencer namun bukan kategori KOL. Sementara akun kunci di kubu #2019GantiPresiden, mengandalkan cukup banyak KOL dari pengguna asli atau real user, yakni @RajaPurwa dan @Gemacan70.
Memasuki dini hari, tool Drone Emprit makin menemukan pola postingan khas dari kedua hashtag tersebut.
Untuk postingan dengan #2019TetapJokowi, punya karakteristik sebagi berikut:
- Isi twit sama
- Nama user aneh-aneh. Ada akun namanya Gerakan Memutar Ketiak, Memutar Ginjal, Memutar Kepala dan lainnya
- User dengan jumlah postingan yang banyak cuma punya follower satu malah, ada yang tak punya follower
- Waktu pengiriman postingan yang isinya sama, ternyata serempak, bahkan sampai kompak waktunya sampai level detik.
Untuk postingan dengan #2019GantiPresiden, karakteristiknya yaitu:
- Isi postingan beragam untuk waktu pembuatan yang berurutan
- Nama user relatif tak aneh
- User punya follower banyak tapi ada juga user yang follower-nya tidak ada dan sedikit
- Waktu pengiriman postingan sama hingga level detik, meski isi konten beda
Dari karakteristik tersebut, hal yang menonjol selama Serangan Fajar itu menurut Ismail yaitu penggunaan pola robot.
"Pada jam-jam dimana orang biasanya tidur, ternyata pola twit dan ciri user untuk hashtags #2019TetapJokowi memperlihatkan pola robot. Banyak robot digunakan khususnya untuk membuat status baru, yang isinya sama semua, sehingga pola yang tergambar di SNA relasinya sederhana," jelas Ismail.
Sedangkan postingan hashtag #2019GantiPresiden pada jam dini hari dan orang beristirahat, akun kunci dan utama kubu ini masih beroperasi di dunia maya. Beda dengan kubu sebelah.
"Masih banyak KOL atau tokoh-tokoh utama dalam cluster yang aktif melakukan twit, dan mendapat retweet dari kawan2nya yang followernya juga banyak. Polanya tidak menggambarkan pola robot. Meski robot terdeteksi digunakan untuk meretweet," tulisnya.
Ismail berkesimpulan, penyebab kalahnya hashtag #2019TetapJokowi dari #2019GantiPresiden, yakni pada kluster pendukung Jokowi pada jam Serangan Fajar ini karena kubu hashtag #2019TetapJokowi mengandalkan operasi robot, tapi akun kunci pendukung hashtag ini tidak ikut beroperasi.
Belajar dari operasi Serangan Fajar itu, Ismail meminta kedua kubu kluster hashtag tersebut agar menghindari penggunaan robot dalam melambunghan hashtag masing-masing. Menurutnya, operasi robot mudah dibaca dan deteksi alat analisis media sosial, dan robot cuma menaikkan oplah namun tidak menghasilkan engagement.
"Sebaiknya bangun tim media sosial yang militan, real user, dengan koordinasi yang bagus, dan seling bekerjasama. Ini akan membuat engagement yang bagus," kata dia.