Gempa Lombok Murni Tektonik, Bukan Dipicu Aktivitas Gunung Api

Bangunan luluh lantak akibat gempa bumi di Lombok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Dua kali gempa besar melanda Lombok dalam waktu sepekan. Gempa pertama berkekuatan 6,4 Skala Richter menggoyang Lombok pada 29 Juli dan sepekan kemudian, Lombok diguncang gempa lebih kuat, 7 Skala Richter. 

Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Buol Sulteng, BMKG Ungkap Penyebabnya

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kasbani menuturkan, gempa Lombok merupakan murni karena aktivitas tektonik. 

Sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan penyebab gempa Lombok adalah sesar atau patahan aktif jenis sesar naik pada zona sesar busur belakang Flores (Flores Back Arc). 

Badan Geologi Ungkap Penyebab Gempa Bandung karena Sesar Kertasari

Kasbani menjelaskan selama ini, aktivitas tektonik memungkinkan memicu peningkatan aktivitas vulkanik. Namun, dia mengatakan, Gempa Lombok kemarin tak berpengaruh pada peningkatan aktivitas Gunung Agung di Bali maupun Gunung Rinjani di Lombok. 

"Aktivitas vulkanik pengaruhi tektonik itu sangat jarang sekali terjadi. Yang ada, yang men-trigger tektonik, bukan vulkanik," jelasnya kepada VIVA, Selasa 7 Agustus 2018.

Persib Salurkan Bantuan untuk Korban Gempa Bumi Kabupaten Bandung

Dia mengungkapkan, memang ada relasi antara aktivitas gempa dengan aktivitas vulkanik. Namun relasi itu biasanya muncul saat ada gempa besar yang berdampak pada peningkatan aktivitas vulkanik. 

"Sejauh ini hasil pemantauan kami belum ada peningatan aktivitas Gunung Agung dan Gunung Rinjani. Jadi Gempa Lombok kemarin, termasuk yang tanggal 5, tidak menyebabkan aktivitas Gunung Agung dan Gunung Rinjani," jelasnya. 

Untuk aktivitas vulkanik yang menimbulkan gempa, menurut Kasbani, di Indonesia belum pernah terjadi. Kalau pun ada, perlu sebuah letusan yang sangat dahsyat. 

Kasbani menyatakan, ada kemungkinan aktivitas vulkanik memicu gempa terjadi pada zaman dulu saat beberapa gunung api meletus dahyat. Namun letusan gunung api besar memicu gempa minim bukti.

"Kita enggak punya catatan dan instrumen kala itu, apakah (dulu letusan besar) menunjukkan adanya indikasi peningkatan (gempa)" jelasnya.

Menurut catatan sejarah, beberapa gunung yang meletus dashyat yakni Gunung Salamas dan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat. 

Dikutip dari GeoMagz Kementerian ESDM, Gunung Salamas meletus dahsyat pada 1257 dan memuntahkan material vulkanik sampai 40 kilometer kubik, yang terus mengelilingi bumi beberapa lama. Total magma yang dilepaskan Gunung Salamas sebesar 40,2 ± 3 km3 DRE (Dense Rock Equivalent atau kesetaraan volume batuan yang dierupsikan). 

Dengan volume itu, diperkirakan letusannya bermagnitudo 7. Perbandingan geokimia pecahan gelas yang ditemukan di inti es dengan material hasil letusan tahun 1257 menunjukkan kemiripan, sehingga menjadi rujukan yang memperkuat hubungan letusan tahun 1257. Dengan demikian, letusan ini menjadi salah satu letusan terbesar selama holosen hingga menyebabkan anomali iklim pada 1258, utamanya di belahan utara bumi.

Citra satelit kaldera Rinjani, kaldera yang terbentuk setelah Gunung Samalas (Rinjani Tua) meletus. Sumber: CRISP NUS.

Sedangkan Gunung Tambora meletus besar pada 1815 dan memuntahkan lebih dari 33 kilometer kubik material ke udara.

Kasbani mengakui memang bekas Gunung Salamasa yang membentuk kaldera Rinjani dan Tambora masih menunjukkan aktivitas vulkanik sampai saat ini. Namun erupsi yang dihasilkan tergolong kecil. 

"Samalas dan Tambora sekarang masih ada aktivitasnya. Tapi untuk sebesar dulu, perlu waktu lama. Saat ini erupsinya normal tergolong kecil," tuturnya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya