Mengapa Orang Dahulu Takut Gerhana Bulan?

Ilustrasi gerhana bulan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA – Gerhana Bulan Total terlama sepanjang abad ini akan segera datang pada 27 Juli 2018. Gerhana itu bisa dinikmati mulai 27 Juli sore setelah Matahari terbenam sampai 28 Juli saat fajar menyingsing. Khusus untuk Gerhana Bulan Total, baru akan terjadi tengah malam sampai dini hari. 

Deretan Fenomena Bulan Purnama Tahun Ini

Jika para pengamat berada di tempat yang tepat, maka mereka akan memandangi langit secara takjub. Pada masa modern, orang berbondong-bondong menyaksikan Gerhana Bulan.  

Kondisi berbeda terjadi di masa lalu. Orang yang hidup pada zaman dahulu merespons fenomena alam itu dengan kepanikan. Gerhana Bulan dianggap sebagai tanda-tanda kiamat dan membawa kesialan.

Jam Berapa Gerhana Bulan Sebagian Bisa Dilihat di Indonesia Hari Ini?

Dikutip dari Space, Senin 23 Juli 2018, cerita rakyat menunjukkan penjelajah Christoper Columbus kala itu mengetahui Gerhana Bulan bakal terjadi pada 19 Februari 1504. Dia memanfaatkan Gerhana Bulan sebagai keberuntungan. 

Kala itu, Columbus bersama anak buahnya telah terperangkap di sebuah pulau, yang saat ini masuk wilayah Jamaika, selama enam bulan. Awalnya suku asli di pulau itu, Suku Arawak sangat murah hati kepada mereka. Namun seiring berjalannya waktu, kemurahan hati mereka menjadi memudar.

Gerhana Bulan Diprediksi Terjadi 29 Oktober 2023, Kemenag Ajak Umat Salat Khusuf 

Ketika rombonganya kelaparan, Columbus akhirnya memanfaatkan almanak yang diterbitkan astronom dan matematikawan asal Jerman, Johannes Muller von Konigsberg, yang juga dikenal nama populer Regiomontanus. Columbus memanfaatkan almanak itu sebagai ‘senjata’ mengibuli Suku Arawak. 

Almanak tersebut ternyata sangat berharga, karena tabel astronomis Regiomontanus itu menginformasikan rinci tentang Matahari, Bulan, dan planet, serta bintang dan rasi bintang yang lebih penting untuk dilayari. Alamanak tersebut mengetahui keberadaan Gerhana Bulan Total yang akan datang.

Mengetahui informasi tersebut, Columbus memberi tahu Suku Arawak bahwa Tuhannya marah karena mereka menahan makanan kepada pendatang. Columbus mengatakan, kepada kepala Suku Arawak, Tuhannya akan memakan Bulan sehingga satelit alami Bumi itu akan lenyap atau 'murka' selama tiga hari.

Benar saja, hari berikutnya Gerhana Bulan Total atau blood moon muncul. Suku Arawak ketakutan dan panik. Pada akhirnya suku tersebut setuju untuk memberikan apa yang dibutuhkan Columbus dan anak buahnya. Namun mereka minta kepada Columbus agar meminta Tuhannya menormalkan kondisi Bulan.

Akhirnya memang setelah gerhana lewat, Bulan kembali normal sedia kala. 

Menurut Badan Antariksa Amerika Serikat, selama gerhana, Bumi bergerak langsung di antara Matahari dan Bulan, menyaring sebagian dari cahaya tersebut. Ketika sinar Matahari menerpa atmosfer Bumi, sinar Sang Surya akan menyebarkan cahaya biru dan mendorong sinar merah langsung ke Bulan, itulah sebabnya blood moon kemudian menghilang.

Gerhana Bulan Total Super Blue Blood Moon di Turki

Mitos di berbagai belahan dunia

Ahli astronomi Monash University Australia, Duane Hamacher mengungkapkan, banyak orang mengambil keuntungan dengan cerita fiktif Gerhana Bulan. Akibatnya banyak penduduk yang takut dengan gerhana.

"Langit biasanya sangat dapat diprediksi. Jadi, ketika ada sesuatu yang tidak biasa dan tidak cocok dengan apa yang sudah diprediksi, itu sering menimbulkan rasa kagum atau bahkan takut," ujarnya.

Beberapa penduduk asli Australia menghubungkan warna merah dengan jahat atau api. 

Sedangkan mitos Mesopotamia kuno menggambarkan Gerhana Bulan sebagai hasil serangan dari tujuh iblis. Lain lagi dengan Suku Inca, menganggap Gerhana Bulan sebagai jaguar yang menyerang bulan. 

Menurut National Geographic, untuk menyelamatkan Bulan dan orang Bumi yang menjadi korban, bangsa Inca akan mengacungkan tombak ke arah Bulan. Mereka juga akan membuat banyak suara dan memukul anjing mereka agar tetap melolong.

"Budaya yang berbeda memberikan arti yang berbeda kepada dunia di sekitar mereka. Namun saat ini semua orang tahu penjelasan ilmiahnya, sehingga tidak perlu takut," katanya.

Pengetahuan lebih lanjut telah mengubah rasa takut menjadi daya tarik seiring berjalannya waktu. Masyarakat Bumi tidak perlu lagi berteriak, memukuli hewan, atau memukul pot secara bersamaan. Saat ini semuanya tahu warna merah pada Bulan bukan karena satelit alami Bumi itu murka, warna merah adalah hasil tipuan atmosfer Bumi.

ilustrasi Gerhana Matahari Sebagian

2 Gerhana di Ramadhan 2024 Tanda Datangnya Imam Mahdi? Ini Kata Buya Yahya

Farahhati Mumtahana, seorang peneliti dari Pusat Riset Antariksa di Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, mengungkapkan bahwa di bulan Ramadhan ada 2 Gerhana

img_title
VIVA.co.id
18 Maret 2024