Kala WhatsApp Jadi Media Favorit Penyebaran Hoax
- www.pixabay.com/MIH83
VIVA – Abijeet Nath dan Nilotpal Das, dua pemuda asal India harus menjemput ajal akibat hoaks atau hoax yang tersebar di pesan instan WhatsApp. Mereka dipukuli massa sampai tewas.
Sejak beberapa bulan terakhir, di India banyak beredar kabar bohong mengenai penculikan anak-anak yang terjadi di desa mereka. Kabar tersebut tidak hanya datang dari mulut ke mulut, namun juga datang melalui broadcast WhatsApp.
Awalnya, dua pemuda yang baru pulang dari air terjun di Provinsi Assam, India, itu berhenti di sebuah desa untuk sekadar menanyakan arah. Malang, kedua pemuda tersebut malah ditarik keluar dari mobilnya dan dihajar massa hingga meregang nyawa.
"Penduduk desa curiga terhadap orang-orang asing, karena selama tiga atau empat hari terakhir banyak pesan-pesan yang beredar di WhatsApp, serta dari mulut ke mulut tentang penculikan anak-anak di daerah mereka," kata Mukesh Agrawal, seorang perwira polisi setempat dikutip The Guardian, Senin 18 Juni 2018.
Polisi India menyebut, banyak penyerangan serta pembunuhan yang terjadi akibat pesan berantai yang sudah tersebar selama beberapa bulan terakhir.
Tidak hanya India saja, Brasil juga turut menyalahkan WhatsApp atas wabah demam kuning yang saat ini menyebar di wilayahnya. Sebelumnya WhatsApp digunakan untuk mengedarkan video dan audio antivaksin, sehingga banyak masyarakat terpengaruh dan menghindari vaksin.
Di Kenya, salah satu admin grup WhatsApp dituduh melakukan penyebaran berita palsu bermotif politik. Hal ini terkait dengan pemilihan yang mereka lakukan baru-baru ini. Layanan pesan instan Facebook juga menjadi dalang kekacauan berita bohong di Inggris.
Analisis terbaru yang dilakukan oleh Institute Reuters Universitas Oxford menyebutkan, pembaca berita di Facebook mengalami penurunan dan beralih ke pesan instan WhatsApp.
"Penggunaan Facebook dan WhatsApp tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah kecepatan penyebaran berita," ujar Nic Newman, salah satu anggota peneliti.
Newman juga menambahkan, orang-orang banyak berpindah ke WhatsApp karena ruangan yang mereka miliki jauh lebih sempit dibanding Facebook (privasi). Apalagi jika Anda berada pada sebuah rezim yang otoriter, pesan instan tersebut menjadi tempat teraman untuk berbicara mengenai hal politik.
Bersih Iklan
Pengaturan pada WhatsApp membuat orang-orang sulit dalam mendapatkan informasi yang ada di sana. Tidak seperti Facebook, Instagram dan Twitter, grup WhatsApp bisa terbebas dari para pebisnis, sehingga grup WhatsApp bersih dari iklan. Dengan WhatsApp, para pengguna dapat mengirim serta menerima gambar, video, tautan dan suara.
Kemungkinan besar kejahatan bergaya Cambridge Analytica yang terjadi pada Facebook tidak akan terjadi pada WhatsApp karena penggunaan enkripsi end-to-end. Bahkan orang dalam WhatsApp juga tidak bisa mengetahui informasi yang ada dalam pesan instan tersebut.
Sebenarnya hal tersebut memicu kemarahan beberapa pejabat pemerintah di seluruh dunia, salah satunya adalah Inggris. Berkat WhatsApp mereka jadi tidak bisa mengetahui aktivitas ilegal yang dilakukan masyarakatnya.
David dan Victoria Beckham juga menjadi kekejaman WhatsApp. Pasalnya serangkaian pesan yang diterima masyarakat Inggris menyebut, pasangan tersebut akan mengumumkan perceraiannya. Hal ini tentu dibantah keras oleh David. Pesan tersebut diduga datang dari PR yang berkecimpung pada industri yang sama.
"Kami telah mempermudah pengguna untuk melakukan pemblokiran hanya dengan satu ketukan. Saat ini sedang dalam masa pengembangan alat baru yang bisa memblokir konten secara otomatis," ujar salah satu juru bicara WhatsApp.
Ia juga menambahkan, pihak WhatsApp sedang berupaya mempelajari berita asli dan hoaks, sehingga nantinya masyarakat juga turut tahu dan tidak termakan berita palsu.
Veteran dari para pebisnis online, Wright mengatakan, WhatsApp merupakan tempat ternyaman bagi mereka yang gemar menggosip. Entah untuk berbagi hal penting, maupun yang tidak penting. (ren)