Dunia Tanpa Kecoak, Apa Jadinya?
- www.pixabay.com/PublicDomainPictures
VIVA – Reaksi umum saat orang menemui kecoak atau lipas yakni menghindar jijik, atau berupaya mengenyahkan serangga tersebut. Reaksi itu wajar, sebab kecoak dianggap menjijikkan. Baunya tak enak dan mengotori rumah Anda.
Selain itu, kecoak meninggalkan kotoran. Menurut penelitian ilmuwan di University of California Agriculture and Natural Resources Amerika Serikat, serangga ini meninggalkan bakteri seperti salmonella dan shigella. Dampak buruk lainnya menurut riset ilmuwan tersebut, kecoak bisa memperburuk alergi dan asma seseorang.
Dari sini, sebagian dari Anda barangkali berpikir nyaris kecoak tiada manfaat bagi kehidupan. Bagaimana bila dunia tanpa kecoak, apa yang terjadi. Apakah dunia makin baik?
Dikutip dari laman Howstuffworks, Senin 11 Juni 2018, dunia tanpa kecoak justru malah tidak bagus. Tanpa kecoak, dunia akan berdampak sistemik.
Serangga yang hidup di area hutan tropis ini ternyata berguna dalam rantai makanan. Di hutan tropis, kecoak memakan kayu dan dedaunan yang membusuk. Kotoran yang dihasilkan kecoak punya bahan alami termasuk nitrogen yang akan kembali diserap oleh tanah.
Bicara nitrogen, bahan ini begitu penting dalam pertumbuhan pohon dan tentunya bagi hutan serta kehidupan. Bayangkan tanpa nitrogen, manusia bakal terdampak kebutuhan kayunya.
Manusia butuh kayu untuk rumah dan furnitur serta untuk membuat kandang hewan mereka.
Bukan di situ saja. Hewan mamalia dan reptil memangsa kecoak, sementara mamalia dan reptil dimangsa hewan lain. Makanya tanpa kecoak, rantai makanan bisa terganggu.
Membiarkan kecoak juga bukan ide yang bagus, sebab hewan ini bakal terus berkembang biak. Selain itu kecoak juga tergolong binatang yang tak terancam punah dalam waktu dekat. Kecoak telah muncul sejak lama, sebelum era dinosaurus. Fakta ini bisa dilihat dari fosil kecoak yang menunjukkan serangga ini usianya setidaknya 300 juta tahun. Jadi pikirkan kembali, bagaimana dunia tanpa kecoak.