Memburu Teroris dengan Kecerdasan Buatan

Ilustrasi Big Data.
Sumber :
  • www.pixabay.com/xresch

VIVA – Pemerintah sedang galak untuk membekuk gerakan teroris. Aparat Densus 88 dan kepolisian menggelar operasi penangkapan dan menumpas terorisme. 

Sedangkan dari dunia maya, Kementerian Komunikasi dan Informatika berpatroli bersih-bersih terorisme di internet, menyusul aksi terorisme di Surabaya pekan lalu.

Secara konvensional, memburu teroris memang mengandalkan aparat penegak hukum. Namun di sisi lain, perkembangan teknologi membuka peluang keterlibatan untuk menutup ruang teroris. 

Teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan big data, bisa dimanfaatkan untuk memberantas teroris. 

Prahariezka Arfienda dalam tulisannya pada laman Algoritma, dikutip Selasa, 22 Mei 2018menuliskan peluang tersebut. 

Secara teori big data dan data science ke depan bisa membantu mengidentifikasi, melacak sampai menghindari ancaman terorisme. Pengumpulan data sekitar terduga teroris bisa mengungkap latar belakang dan motivasi aksi radikal mereka. Data itu juga bisa membantu membongkar jaringan kelompok mereka. 

Course Producer dan Co-Founder Algoritma Data Science Education Center, Samuel Chan mengatakan misi menumpas terorisme ke depan bisa dijalankan oleh swasta. Apalagi, menurutnya, saat ini mulai banyak perusahaan swasta yang mengembangkan sistem untuk lingkungan aman. 

Sam mengatakan, swasta mulai peduli menciptakan lingkungan yang terhindar dari aksi terorisme, ujaran kebencian (hate speech), perdagangan ilegal (illegal trafficking), dan lainnya.

Facebook pun, menurut Sam, mengembangkan sistem untuk mencegah konten ekstremisme. Raksasa media sosial itu mengembangkan teknologi analisis teks mendeteksi kata-kata yang mengandung propaganda teroris.

Selain teknologi deteksi dari swasta dan Facebook, Sam mengatakan ada teknologi lain yang bisa dilibatkan untuk memburu teroris. 

"Teknologi image recognition, computer vision, bahkan biometrics mining. Ini adalah upaya penelitian yang membutuhkan komitmen tertentu baik dari sektor publik maupun swasta,” ujarnya. 

Soal kecerdasan buatan, Sam berpandangan, teknologi ini ke depan bisa dimanfaatkan untuk menjadi polisi masa depan. Menurutnya, jika nantinya AI makin berkembang dan bisa menghentikan aksi kriminal sebelum dieksekusi oleh penjahat, maka kemampuan ini bisa menjadi potensi membekuk terorisme.

Menteri Kecerdasan Buatan Uni Emirat Arab, Omar bin Sultan Al Olama.

Sukses identifikasi teroris

Contoh sukses pemanfaatan data untuk melawan terorisme sudah ada. Jadi setidaknya bisa menjadi ukuran pengembangan ke depan dalam mematikan gerakan teroris.

Prahariezka menuliskan, peneliti di Universitas Binghamton, New York Amerika Serikat, mengembangkan sistem Networked Pattern Recognition Framework (NEPAR) pada 2007. 

Peneliti universitas itu mengumpulkan 150 ribu serangan teroris sepanjang 1970 sampai 2015. Selanjutnya, peneliti membaca pola penyerangan untuk memahami perilaku, analisis pola dan hubungannya dengan aktivitas terorisme. 

Dengan pembacaan data tersebut, peneliti memprediksi pergerakan teroris, mendeteksi dan mencegah kemungkinan adanya aksi terorisme. Peneliti mengklaim metode riset yang dikembangkan itu punya tingkat akurasi 90 persen. 

Contoh lain yakni penambangan data oleh Qatar Computing Research Institute di Doha pada 2015. Peneliti lembaga riset ini menganalisis data media sosial untuk menemukan asal muasal pendukung ISIS. 

Dalam riset itu, peneliti mempelajari postingan selama periode tiga bulan. Selanjutnya peneliti menargetkan pola kunci dan karakteristik dari postingan yang dikumpulkan. 

Dari data tersebut, peneliti menciptakan algoritma yang bisa mengelompokkan pengguna Twitter, apakah pro atau anti ISIS. Tingkat akurasi metode ini 87 persen. 

Dengan kemampuan itu, peneliti mengklaim alat yang mereka kembangkan bisa membatasi pertumbuhan dan penyebaran kelompok terorisme. 

Profesor di Kampus China Ahli Artificial Intelligence Merapat ke Rumah Prabowo, Jadi Menteri Apa?

Selain pengolahan data dari dunia maya, salah satu cara memburu teroris yakni memanfaatkan pesawat tanpa awak alias drone. Wahana terbang ini bisa beroperasi dan mengintai daerah yang berpotensi menimbulkan aktivitas mencurigakan. 

Data dari drone nantinya bisa ditampilkan secara real time dan dikolaborasikan dengan data dari sumber lainnya. Begitu terkumpul. data kemudian dipakai mengidentifikasi di mana teroris berada dan bergerak. (ase)

Manusia VS AI: Mengapa Orang Percaya AI Lebih Efektif dalam Memimpin?
Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.

Gibran Rencanakan Sekolah AI Pertama di Indonesia, Perusahaan Amerika Siap Bantu

Gibran Rakabuming Raka, mengungkapkan rencana perusahaan teknologi multinasional asal Amerika Serikat, NVidia, untuk membuka sekolah khusus pengembangan AI.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024