Edukasi Orangtua soal Hoax Harus 'Out of the Box'
- VIVA.co.id/Novina Putri Bestari
VIVA – Penyebaran berita palsu atau hoax di kalangan aplikasi chatting sering terjadi. Apalagi penyebarannya datang dari orangtua.
Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, menyebut akan sulit memberitahu para orangtua untuk menghentikan penyebaran berita tidak jelas ke anak-anak mereka.
"Misalnya, kita sebagai anak ngasih tau orangtua, ya, enggak bisa. Yang namanya anak ngasih tau orangtua itu sulit sekali. 'Kamu siapa, kamu saya yang didik,’" kata Septiaji di acara Trusted Media Summit 2018 Jakarta, Sabtu 5 Mei 2018.
Homogen
Menurutnya, untuk memberitahu orangtua tentang berita hoax butuh pendekatan yang out of the box. Ia mencontohkan pemberitahuannya bisa lewat orang-orang dewasa yang dipercaya atau tokoh masyarakat dengan kredibilitas tinggi.
Artinya, anak secara sengaja untuk menasehati orangtua lewat mulut orang lain. Kesulitan untuk memberitahu atau mengubah pola pikir orangtua ataupun orang lain karena sebuah informasi yang salah itu akibat era digital yang kehidupannya menginginkan homogen, kesamaan pola pikir.
"Ketika orang ada di suatu echochamber. Ketika berada di satu grup WhatsApp di situ homogen. Wah, ini sangat rentan sekali untuk penyebaran berita enggak jelas. Dan, itu hanya bisa dilawan dengan perimbangan informasi untuk kelompok ini," paparnya.
Fact checking
Kelompok homogen inilah, menurut Septiaji, yang harus diberikan terus-menerus informasi dari sumber yang berbeda. Kesulitan yang lainnya adalah sedikit, dan bahkan, belum ada untuk membuat fact checking di aplikasi messenger. Karena, masalah aplikasi itu sangat privasi. Meski begitu, Septiaji mengaku bahwa teknologi untuk masuk ke arah sana.
Ia pun mengaku sudah membuat aplikasi fact checking, namun baru sebatas cek kebenaran di media massa dan media sosial. Belum ke aplikasi messenger karena pertimbangan untuk masuk ke wilayah messenger bagi fact checking masih sangat kompleks. (ren)