Tiga Fakta Racun Kalajengking, Mematikan tapi Bikin Kaya
- www.pixabay.com/41330
VIVA – Topik tentang racun kalajengking menjadi hangat belakangan ini. Berawal dari pidato Presiden Joko Widodo saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, awal pekan ini.
Di depan kepala daerah se-Indonesia, Jokowi mengungkapkan komoditas paling mahal di dunia bukanlah emas, tapi racun kalajengking. Sebabnya, racun ini punya nilai yang tinggi, harganya US$10,5 juta atai Rp145 miliar per liter.
Pidato Jokowi itu kemudian mendapat respons dari pengamat politik sampai politikus. Ragam respons menanggapi racun kalajengking Jokowi.
Baca Jokowi: Mau Kaya, Cari Racun Kalajengking
Dari sisi ilmu pengetahuan, racun kalajengking memang mematikan, namun ternyata menyimpan manfaat potensial untuk melawan penyakit mematikan.
Ada kelajengking tak beracun
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rosichon Ubaidillah mengatakan, setidaknya dari ribuan spesies kalajengking yang ada di dunia, 90 persen memiliki racun. Namun yang membedakan racun antar kalajengking adalah tingkat dan kualitasnya.
"Ada kalajengking yang punya venom keras (mematikan) dan lunak, dan yang punya venom besar dan sedikit," ujar Rosichon kepada VIVA, Kamis, 3 Mei 2018.
Racun kalajengking pada dasarnya memang berbahaya, namun dengan dipelajari lebih dalam, peneliti LIPI ternyata menemukan secara spesifik komponen racun kalajengking bisa digunakan untuk bahan yang bermanfaat.
Kandungan racun
Peneliti zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Syahfitri Anita menemukan komponen racun kalajengking punya manfaat untuk melawan kanker sampai mikroba, sampai bisa dimanfaatkan untuk analgesik (painkiller).
Dia menuturkan, venom atau racun kalajengking isinya terdiri dari berbagai komponen yang berbeda-beda, di antaranya komponen protein yang fungsinya berbeda-beda juga. Selain protein, ada juga molekul aktif.
"Satu tetes venom kalajengking itu punya ratusan molekul aktif. Molekul inilah yang pada kasus menyerang manusia bisa melumpuhkan. Padahal cuma satu tetes tapi bisa melumpuhkan manusia yang bobotnya berkali lipat besarnya," jelas peneliti berhijab ini.
Komponen molekul aktif, jelasnya, membawa neurotoxin, yang menyerang sel saraf musuh atau manusia. Jika mampu mengisolasi komponen ini, venom atau racun kalajengking bisa dikembangkan untuk analgesik.
"Karena molekul aktif ini bekerja untuk sistem saraf," tuturnya.
Mahal karena susah dicari
Syahfitri menjelaskan, rata-rata kalajengking menghasilkan sedikit racun. Jika divolumekan, satu individu kalajengking punya di bawah 1 mg. Bahkan untuk kalajengking ukuran besar, hanya menghasilkan 0,5 mg venom. Sementara untuk 1 liter berarti 1000 mg.
Jangankan untuk bisa mengumpulkan racun. Untuk menemukan kalajengking, ujar Syahfitri, begitu sulit. Beda dibanding mencari racun ular, yang mana ular relatif mudah ditemukan dibanding kalajengking.
"Jadi mahalnya (racun kalajengking) karena sulitnya (mencari)" jelasnya.
Dia mengakui studi dan riset racun kalajengking di Indonesia memang masih dalam tahap awal. Maksudnya, belum sampai pada tahap ke pengujian laboratorium untuk diolah menjadi bahan setengah jadi atau sejenisnya.
Racun kalajengking di Indonesia, kalah populer dengan racun atau bisa ular. Syahfitri menuturkan, di Indonesia, racun hewan yang paling dikenal adalah ular. Sebab habitat hewan ini mudah ditemukan. (ase)