Teknik Rekayasa, Cara Ilmuwan Meredupkan Sinar Matahari

Ilustrasi sinar Matahari.
Sumber :
  • REUTERS/Dylan Martinez

VIVA – Dua belas Ilmuwan dari tujuh negara berkembang berencana untuk meningkatkan penelitian terhadap sinar Matahari yang meredup untuk menekan pemanasan global.

Kuliah Umum di Rusia, Megawati Paparkan "Model Penjajahan Gaya Baru"

Penelitian bernama "solar geoengineering" atau perekayasaan kebumian Matahari ini akan meniru letusan gunung berapi besar yang akan mendinginkan Bumi dengan menutupi Matahari dengan abu vulkanik.

Ketujuh negara berkembang yang melakukan penelitian ini adalah Bangladesh, Brasil, China, Ethiopia, India, Jamaika dan Thailand. Mereka menegaskan bahwa negara-negara miskin paling rentan terhadap pemanasan global. Oleh karena itu harus dilibatkan lebih dalam.

Rumah Reflektif Surya Bisa Jadi Solusi Pemanasan Global, Simak Penjelasannya

Perubahan iklim terasa di kutub.

"Negara-negara berkembang harus memimpin penelitian ini (solar geoengineering). Ide ini memang cukup gila tetapi berangsur-angsur mengakar di dunia penelitian," kata Kepala Pusat Studi Lanjut Bangladesh, Atiq Rahman, seperti dikutip Reuters, Rabu, 4 April 2018.

Inisiatif untuk Menekan Dampak Pemanasan Global Terus Dilakukan

Gayung bersambut. Penelitian ini mendapat kucuran dana sebesar US$400 ribu (Rp5,4 miliar) dari Proyek Filantropi Terbuka, sebuah yayasan yang didukung oleh Dustin Moskovitz, pendiri Facebook, dan istrinya, Cari Tuna.

Dana ini, lanjut Rahman, bisa membantu 12 ilmuwan di tujuh negara berkembang untuk mempelajari dampak regional dari solar geoengineering, seperti kekeringan, banjir maupun musim penghujan.

Ilustrasi planet bumi/dunia

Rahman juga menyebut salah satu teknik ini menggunakan aerosol untuk memantulkan sinar Matahari kembali ke angkasa. Teknik ini, ia menuturkan, tidak berdampak langsung pada karbon di atmosfer.

Namun, pendukung teknik ini mengatakan bisa mengurangi suhu dan memberi waktu tambahan untuk menghilangkan lebih banyak karbon dari atmosfer.

Akan tetapi, penelitian ini mendapat tanggapan skeptis dari negara-negara maju, karena dinilai bukan solusi pasti untuk menekan perubahan iklim.

Namun, Rahman mengklaim kalau sebagian besar negara-negara maju telah "gagal secara luar biasa" untuk memenuhi janjinya dengan memangkas emisi gas rumah kaca.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya