Mitos dan Isu Sesat Hari Tanpa Bayangan
- www.pixabay.com/dimitrisvetsikas1969
VIVA – Hari ini fenomena tahunan equinox akan terjadi. Fenomena ini terjadi saat Matahari berada tepat di atas gari khatulistiwa. Pada momen ini seluruh tempat di Bumi akan mengalami durasi siang dan malam yang sama, masing-masing 12 jam.
Fenomena Matahari berada tepat di atas ekuator ini jamak dikenal Hari Tanpa Bayangan. Sebab saat tepat di atas ekuator, matahari berada tepat di atas kepala, akibatnya dalam beberapa saat benda tidak memiliki bayangan.
Fenomena equinox terjadi dua kali setiap tahun. yakni 21 Maret dan yang kedua 23 September.
Fenomena ini bagi para ilmuwan adalah hal yang biasa tak istimewa. Namun beragam isu dan mitos mengiringi fenomena Hari Tanpa Bayangan.
Isu yang pernah menimbulkan khawatir pada equinox tahun lalu adalah munculnya gelombang panas tinggi (hatewave). Isu yang berembus, suhu udara di Indonesia akan sampai 40 derajat celsius. Panas menyengat tentunya. Isu cuaca panas itu kala itu berbarengan dengan gelombang panas yang melanda Afrika dan Timur Tengah.
Isu gelombang panas itu, pada tahun lalu, sudah dibantah tegas.
Mitos Telur Tegak
Selain isu, ada mitos yang mengiringi Hari Tanpa Bayangan. Saat equinox menjelang, mitos telut berdiri tegak mengiringinya.
Pada tahun lalu, mitos telur ini berembus. Sama saja dengan isu gelombang panas, ilmuwan ramai membantahnya. BMKG menjelaskan, telur mentah memang sulit berdiri tegak karena cairan di dalamnya. Sedangkan telur matang lebih mudah berdiri tegak.
Namun, memang ada fakta telur bisa berdiri tegak bisa dilakukan di lintang nol Pontianak, yang merupakan kota Hari Tanpa Bayangan.
Peneliti Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto beberapa waktu lalu menjelaskan, telur tegak bisa dilakukan tiap hari di Pontianak, tak perlu harus menunggu momentum equinox.
Soal telur tegak di Pontianak, kata Tri Handoko, terkait dengan posisi Pontianak yang berada di tengah garis bumi utara dan selatan.
"Jadi lebih mudah menempatkan telut secara seimbang, jadi bisa berdiri," kata dia.
Sedangkan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, menjelaskan telur berdiri tegak akibat pengaruh gravitasi bumi. (ren)