Waze dan Google Maps Terimbas Badai Matahari
- MakeUseOf
VIVA – Bagi pengguna kendaraan, peta digital selalu dibutuhkan setiap saat. Bukan hanya sebagai penunjuk arah ke sebuah tempat, tapi sudah menjadi alat memantau jalur alternatif untuk menghindari kemacetan lalu lintas yang kerap terjadi.
Peta digital yang menggunakan Global Positioning System (GPS) yang sudah dikenal masyarakat umum di antaranya, Google Maps, Global Navigation Satellite System (Glonass) dan Waze.
Saat ini sinyal navigasi satelit bisa dimanfaatkan menggunakan perangkat smartphone, baik yang berbasis Android, Windows Phone maupun iPhone.
Asal tahu saja, peta digital sangat bergantung pada satelit. Apabila satelit mengalami gangguan, otomatis berdampak pada teknologi arah jalan terkini itu.
GPS merupakan Sistem navigasi satelit yang populer dan dioperasikan di bawah Angkatan Udara Amerika Serikat. Selain GPS, ada beberapa teknologi serupa, seperti Glonass milik Rusia, Galileo Uni Eropa dan IRNSS milik India.
Selanjutnya Google Maps dan Waze, keduanya dimiliki raksasa teknologi Google. Mengutip Digital Trends, Google Maps adalah aplikasi yang bukan hanya sebagai penunjuk arah kendaraan tetapi juga bisa menunjukkan rute untuk transportasi umum, sepeda serta berjalan kaki.
Sementara Waze adalah aplikasi yang bertindak seperti media sosial yang juga memberikan arah mengemudi. Pengguna bisa mengetahui kecelakaan, rute alternatif, penutupan jalan, penjagaan polisi, dan sebagainya.
Waze menunjukkan lalu lintas yang dilaporkan sesama pengguna. Selain itu, dalam keadaan macet, aplikasi ini menghitung lamanya perjalanan, termasuk saat menghadapi kemacetan.
Tak hanya itu, Waze juga menggunakan fitur melarang menggunakan smartphone saat berkendara. Kendati demikian, Google Maps tidak se-informatif dan secepat Waze. Salah satu alasannya karena pengguna Maps tidak bisa melaporkan keadaan lalu lintas real-time seperti Waze.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari Science Alert, baru-baru ini Badan Nasional Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) mengumumkan telah terjadi Badai Matahari dengan kategori Level G1 (minor) atau level paling rendah pada 14-15 Maret 2018 lalu.
NOAA mengingatkan sistem komunikasi mengalami sedikit gangguan, khususnya terhadap pengoperasian satelit. Sedangkan, tingkatan tertinggi dari Badai Matahari adalah Level G5, yang artinya paling kuat dampaknya.
Meski begitu, badai kategori G1 ini tidak banyak berdampak ke Bumi. Hanya ada lonjakan arus geomagnetik, namun kecil dan itu tidak disadari bagi pengguna peta digital atau alat telekomunikasi.
"Badai Matahari sudah terasa tapi 'ringan.' Dampaknya masih terasa selama empat hari berikutnya," bunyi keterangan resmi NOAA.