Kelakuan Milenial Pilih Pekerjaan, Harus Berteknologi
- REUTERS/Nacho Doce
VIVA – Generasi milenial punya standar khusus dalam memilih pekerjaan. Hasil survei Realizing 2030 yang dilakukan perusahaan teknologi Dell menemukan, dalam memilih pekerjaan generasi milenial menimbang secanggih apa teknologi yang dipakai perusahaan incaran.
"Mereka merasa kantor atau tempat kerjanya itu teknologinya kurang canggih, itu memengaruhi keputusan mereka untuk bekerja di situ atau lamanya mereka bekerja di situ, ngaruh itu. Mereka menganggap itu sebagai suatu kebutuhan," ujar Country Commercial Client Solution Director Dell, Primawan Badri ditemui di Jakarta, Rabu 14 Maret 2018.
Primawan menyebutkan tren-tren yang terjadi mengenai teknologi masa kini. Teknologi, menurutnya akan mengalami percepatan hingga berkali-kali selama setahun, jadi perubahan dari kehidupan yang berhubungan dengan teknologi akan semakin tidak terhindarkan. Namun di tengah dinamika tinggi teknologi, ia mengungkapkan, PC tetap menjadi pilihan utama orang-orang untuk menuntaskan pekerjaannya, walaupun sudah ada laptop dan smartphone sekalipun.
"Mereka menggunakan multiple devices. Jadi pakai laptop ya mereka juga pakai handset, itu semua terhubung. Akibatnya ada transfer data. Satu sisi bagus memudahkan pekerjaan, tapi di sisi lain menimbulkan risiko sekuriti," kata dia.
Selain itu, Dell melihat, kehidupan bekerja generasi milenial membutuhkan perangkat yang bisa menunjang pekerjaan. Para pekerja saat ini tidak lagi berada dalam bilik yang ada di gedung kantor dan berada pada jam kerja yang biasanya.
Ciri generasi pekerja saat ini, banyak yang bekerja secara jarak jauh di luar kantor (remote), atau bertugas ke sana kemari di kantor (Corridor Warior). Adapula, generasi milenial yang mengidamkan pekerjaan yang pergi dari satu tempat bisnis ke tempat bisnis lainnya.
"Tapi sekarang berbeda, orang bisa bekerja di mana saja, kapan saja. Jadi menurut survei itu, orang-orang itu bekerja setelah jam kerja. Artinya bekerja di rumah dan di mana saja," jelasnya.
Dalam survei tersebut, menyinggung hubungan manusia dan mesin. Pada beberapa kesempatan, mesin dianggap bisa menggantikan posisi manusia dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya.
Namun berdasarkan survei itu, Primawan mengungkapkan interaksi antara keduanya semakin akrab. Mereka menyukai pekerjaannya yang terbantu oleh mesin.
"Jadi dua hal yang disoroti, interaksi manusia dengan mesin sekitar 48 persen akan lebih happy kalau mereka punya kerjaan dibantu oleh mesin," ujarnya.