Data Pribadi Warga Indonesia Jadi Rebutan 'Dua Gajah'
- Twitter/@kemkominfo
VIVA – Peraturan tentang perlindungan data pribadi di Indonesia dinilai sudah jauh tertinggal dari perkembangan digital. Di tengah lemahnya aturan tersebut, data pribadi warga menjadi rebutan dua gajah yakni pemerintah dan swasta.
Sampai saat ini, perlindungan data pribadi di Indonesia masih sebatas Permenkominfo yakni Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.Â
Upaya untuk mengegolkan aturan perlindungan data pribadi dalam bentuk undang-undang sudah diwacanakan sejak beberapa tahun lalu, namun masih jalan ditempat dan masih antre masuk pembahasan di DPR.Â
Menurut Pegiat Forum Demokrasi Digital, Damar Juniarto, sampai 2018 Indonesia belum memiliki undang-undang tentang perlindungan data pribadi. Menurutnya pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi yang dilakukan sejak 2012 sudah sangat lama sekali.Â
"Sekarang sih udah ketinggalan. Harusnya tahun ini kita sudah punya aturan yang bisa diterapkan jadi pada saat GDPR (General Data Protection Regulation) di bulan Mei 2018 seharusnya kita enggak ada masalah bertransaksi dengan pihak Uni Eropa," jelas Damar ditemui di Diskusi Publik Menanti UU Perlindungan Data Pribadi, Jakarta, Selasa 13 Maret 2018.
Damar menuturkan, dengan tidak adanya undang-undang tersebut maka sektor perekonomian terhambat. Menurutnya undang-undang ini juga berdampak sektor perekonomian, khususnya ekonomi digital.Â
Dia mengatakan, melihat dari perspektif hukum digital juga ada pengabaian prioritas. Seharusnya aturan undang-undang perlindungan data pribadi dahulu yang harus dilahirkan, baru kemudian menyusul aktivitas atau kegiatan yang melibatkan data pribadi.
Dalam hal registrasi prabayar, menurutnya orang-orang yang registrasi seharusnya melakukan hal itu bukan karena takut diblokir nomornya atau dituduh macam-macam, tapi karena merasa terlindungi oleh pemerintah.Â
Damar menuturkan, dalam hal data pribadi, posisi masyarakat sangat kecil di antara kepentingan pemerintah dan swasta.Â
"Warga dalam posisi ini, kita ada diantara dua gajah. Gajah yang pertama adalah swasta, gajah kedua adalah negara. Dua-duanya rebutan data kita dan kita kepencet di tengah-tengahnya," jelasnya.
Mengingat tahun ini dan tahun depan merupakan tahun politik, DPR kemungkinan akan sibuk Pilkada dan Pilpres. Jika tahun ini RUU Perlindungan Data Pribadi bisa dibahas di DPR, hal itu lebih baik, daripada terpotong masa kampanye dan kemungkinan tak beres pada periode DPR saat ini.Â
Penundaan RUU tersebut berdampak pada kerugian segi ekonomi. Indonesia, menurut Damar, bisa dicap tidak siap dengan tantangan ekonomi digital ke depan.Â