'Surga' China Potensi Jatuh di Indonesia
- Dokumen CMSA
VIVA – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN memerhatikan masuknya kembali stasiun antariksa China, Tiangong-1 ke atmosfer Bumi. Stasiun antariksa China itu berpotensi jatuh di wilayah Indonesia. Sampai saat ini Tiangong-1 yang artinya Istana Surga itu, belum bisa diperkirakan titik jatuhnya.
Peneliti bidang astronomi dan astrofisika Pusat Sains Antariksa Lapan, Rhorom Priyatikanto mengatakan orbit Tiangong-1 miring 43 derajat terhadap ekuator sehingga stasiun ini bergerak di antara 43 Lintang Selatan dan 43 Lintang Utara. Rhorom menuturkan wahana ini sempat melintas di awas wilayah Indonesia.
"Berapa probabilitas jatuh di Indonesia, relatif kecil. Ada potensi, tapi jauh lebih kecil dibandingkan kasus jatuhnya Roket Falcon 9 di Sumenep pada 2016," jelas Rhorom kepada VIVA, Selasa 13 Maret 2018.
Sedangkan Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin mengatakan kemungkinan besar Tiangong-1 bakal jatuh di laut, hutan atau gurun.
"Sangat kecil kemungkinan jatuh di pemukiman," jelasnya.
Jatuhnya Tiangong-1 memang menjadi perhatian dari badan antariksa termasuk LAPAN. Sebab Tiangong-1 sudah tidak bisa dikontrol lagi dan untuk itu akan masuk kembali ke atmosfer Bumi.
"Letak Indonesia yang memanjang di ekuator akan memberikan peluang sangat besar untuk kejatuhan satelit tersebut," tulis LAPAN.
Berdasarkan data elemen orbit per 13 Maret 2018, menurut perkiraan Tiangong-1 akan masuk ke atmosfer Bumi sekitar 4 April 2018, dengan estimasi kurang lebih tiga pekan. Perkiraan ini bisa berubah berdasarkan dinamika aktivitas matahari dan geomagnet yang akan memengaruhi kondisi kerapatan armosfer yang dilalui Tiangong-1.
Mengingat saat ini aktivitas matahari dan geomagnet sangat rendah, maka proses masuknya kembali Tiangong-1 ke atmosfer Bumi akan lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Pusat Sains Antariksa LAPAN menuliskan, ukuran Tiangong-1 menjadi perhatian. Stasiun itu punya massa 8500 kilogram, panjang 10,5 meter, diameter 3,4 meter.
Dari ukuran dan massa tersebut, LAPAN memperkirakan akan ada bagian dari wahana itu yang akan tersisa hingga ke permukaan Bumi saat terbakar memasuki lapisan atmosfer.
Bagian yang kemungkinan lolos dari atmosfer yaitu tangki bahan bakar yang berbahaya jika disentuh langsung. Tangki bahan bakar ini kemungkinan masih mengandung Hidrazine yang beracun dan korosif.
Tiangong-1 dalam masa operasionalnya telah mengalami setidaknya 14 kali penyesuaian ketinggian dengan menaikkan kembali ketinggian menggunakan mesin roketnya. Penyesuaian ketinggian terakhir dilakukan pada 16 Desember 2015.
Tiangong-1 diluncurkan ke antariksa 7 tahun lalu. Selama mengorbit, astronaut China dua kali mengunjungi stasiun antariksa yang berukuran 10 meter itu. Kunjungan terakhir astronaut China ke Tiangong-1 yakni pada 2013.
Seiring berjalannya waktu, Tiangong-1 makin menurun fungsinya. Pada 4 Mei 2017, China melaporkan ke Komite PBB untuk penggunaan aktivitas antariksa secara damai, Tiangong-1 akan masuk kembali ke atmosfer Bumi. Kala itu, China melaporkan, wahana itu mengalami kerusakan dan tidak dapat dikontrol sejak 16 Maret 2016.
Sebagai gantinya, China mengirimkan Tiangong-2 ke antariksa pada 2016. Negeri Tembok Raksasa ini akan meluncurkan stasiun antariksa raksasa pada 2020-an